Hidup baru dalam Kristus
PENDAHULUAN
Sebelum membahas tentang apa yang dikatakan
Perjanjian Baru tentang Hidup Baru, pertama-tama ada dua gagasan yang
dimunculkan sebagai formula yang digunakan untuk melihat perspektif tiap
tulisan-tulisan yang ada dalam Perjanjian Baru mengenai ‘hidup baru’.
Gagasan yang dipakai Yohanes dan Paulus dalam
tulisannnya adalah tentang “berada dalam Kristus”, dan juga gagasan lain yang
dimunculkan adalah “tinggal dalam Kristus”, yang berarti penegasannya adalah
“bersama atau menjadi satu dengan Kristus.”[1]
Gagasan-gagasan ini akan dibahas secara lebih luas dalam tulisan-tulisan
Perjanjian Baru (ada yang secara ‘tersirat’ maupun ‘tersurat’) yang terdapat
gagasan-gagasan ini. Dari gagasan-gagasan inilah yang menjadi dasar untuk
mengkaitkan bagian-bagian dari tulisan-tulisan Perjanjian Baru mengenai tema
Hidup Baru dalam Kristus.
KITAB-KITAB INJIL SINOPTIK
Dalam injil sinoptik pertama-tama kita harus
memusatkan perhatian kepada hakikat Kerajaan Allah, dimana kerajaan pada
hakikatnya bukanlah suatu wilayah pemerintahan (tempat) tetapi lebih kepada
bentuk otoritas (kuasa) pemerintahan atau istilah yang dipakai Donald Guthrie
adalah aktifitas pemerintahan.[2] Dan ini
berkaitan dengan kewargaan kerajaan yang berarti adanya tuntutan hidup atau
gaya hidup dari warga kerajaan tersebut (secara etis maupun moral) adanya
kualifikasi-kualifikasi dalamnya.[3] Dalam
injil sinoptik tertulis bahwa adanya tuntutan atau gaya hidup yang diberikan
kepada para pengikut Yesus seperti pikul salib,dituntut penyerahan kepada Yesus
(Mat 10:38). Dalam markus 10:17 tertulis adanya tuntutan seorang anak muda kaya
yang harus menjual seluruh hartanya agar ia sempurna (bagian ini akan lebih
dijelaskan pada bahasan mengenai ‘pengudusan dan kesempurnaan’) dalam mengikuti
Yesus. Injil sinoptik memang tidak menjelaskan seperti Yohanes dan Paulus yang
secara langsung terdapat gagasan “berada dalam Kristus”, “berada dalam
Kristus”, namun yang harus diperhatikan
adalah berapa ayat yang menyinggung (secara tidak langsung/hanya tersirat)
hubungan Yesus yang erat dengan murid-murid-Nya[4]
diantaranya:
1) Dimana para murid mengalami penganiayaan(mat
5:11) dan kesyahidan karena Kristus, dan karena mereka dianggap satu dengan Dia.
2) pada saat Ia mengutus kedua belas murid, ia
juga mengatakan bahwa “Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku” (Mat.
10:40).
3) Sanak saudara yang “sejati” adalah mereka yang
melakukan kehendak-Nya (Mrk. 3:35).
4) Barangsiapa menyambut seorang anak di dalam
nama-Nya, menyambut Dia (Mat. 18:5).
5) Perumpamaan kambing dan domba, mereka yang
menyambut orang yang berkekurangan dikatakan menerima Dia (Mat. 25:35).
Dalam ayat-ayat di atas dapat disimpulkan
bahwa adanya prinsip solidaritas, yang mana hal ini merupakan pengajaran
praktis atau hal-hal praktik kehidupan yang diajarkan Yesus kepada
murid-murid-Nya.[5]
Yaitu hal-hal praktis yang tampak dalam kehidupan seseorang yang bila ia “di
dalam Kristus” yaitu adanya solidaritas antara ia dan sesamanya, sama seperti
Kristus dan manusia. Hal-hal ini tidak akan dapat dijalani hanya dengan cara
batiniah (kekuatan manusia saja), tetapi adanya kekuatan adikodrati atau
prakarsa ilahi yang memampukan pengikut Kristus untuk memenuhi
tuntutan-tuntutan hidup tersebut, yang mana pada bahasan kelompok sebelumnya
yaitu adanya anugerah ilahi yang diberikan dari Allah yang memampukan manusia
untuk memenuhi tuntutan-tuntutan moral tersebut.
TULISAN-TULISAN
YOHANES
Dalam Kitab Injil Yohanes mencatat
ucapan-ucapan Yesus yang paling sering di bahas ialah “tinggal di dalam” ini
berkaitan dengan “berada di dalam” Yesus (muncul secara tersurat). Gagasan-gagasan
ini berlanjut dalam 1 Yohanes yaitu “tinggal di dalam” atau hanya sekedar
“berada di dalam” Kristus.[6]
Mengenai gagasan “tinggal di dalam”, kata ‘tinggal’ μένω (b. Yun)
berarti ‘remain, stay atau abide’ yang berarti tinggal pada suatu tempat atau
secara tepatnya adalah menetap tanpa berpindah-pindah (menetap
terus/berkelanjutan), dan secara tidak langsung gagasan “berada dalam Kristus” hanyalah merupakan bentuk persamaan yang
berarti menyatakan eksistensi dari seseorang atau kenyataan bahwa ia
benar-benar berada atau tinggal dalam Kristus.
Contoh-contoh ayat yang berkaitan dengan
gagasan tersebut:
1) Dalam Yohanes 6 tentang Roti Hidup, Yesus
mengajarkan bahwa; orang yang memakan daging Kristus dan meminum darah-Nya
dikatakan “ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam ia” (Yoh 6:56).
2)
Kata “tinggal” menyambung dengan Yohanes 13-16 nantinya.
Seperti Yohanes 14:10 Yesus bertanya, “Tidak percayakan bahwa engkau bahwa Aku
di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku?” Yesus
memastikan iman kepercayaan murid-murid-Nya, kepada-Nya (Yoh 14:20; 17:21).
Dalam ayat-ayat ini menunjukan Bapa dan Anak
adalah sama, yaitu memiliki pola hidup yang benar bagi orang percaya di dalam
Allah. Seperti bahasan tetang pohon Anggur yang memiliki ranting dan buah
anggur, anggur menunjuk kepada “tinggal” yaitu berbuah (Yoh. 15:4; bnd. Ay 5). ketika
ranting-ranting itu tak berbuah maka akan akan di buang dan di bakar (ay. 5-6).
Dengan cara ini Yesus menjelaskan bahwa hidup-Nya adalah patokan untuk hidup
semua orang yang percaya kepada Allah, dan ia adalah sentral dari orang yang
hidup dalam-Nya. Bahkan di ayat 7 : Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan
firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan
kamu akan menerimanya. Jadi sikap hidup orang percaya harus di dasari oleh
sikap hidup Yesus ketika ada di dunia menjadi manusia.[7] Bagian-bagian ini
secara tidak langsung mendukung gagasan “tinggal di dalam” Kristus yang mana
tinggal adalah menetap dan tidak berpindah-pindah, yaitu tampak bahwa dari
perumpamaan pokok anggur yang mana Kristus adalah sentral dan umat-Nya adalah
ranting yang harus melekat atau ‘tinggal’ agar dapat berbuah.
Sikap Hidup Baru yang di miliki bagi orang
percaya terdapat di 1 Yohanes lebih kepada tuntutan etis yang harus dijalani
oleh umat Kristen. Diantaranya:
1) Orang yang tinggal di dalam Kristus wajib
hidup sama seperti Kristus telah hidup (1 Yoh 2:6).
2)
Ia harus
menuruti segala perintah-Nya (1 Yoh. 3:24)
3)
Tinggal di
dalam Kristus terpancar dalam kasih yang sempurna, karena hal itu tak lain dari
kasih Allah sendiri di dalam kita (1 Yoh. 4:12).
4)
Bahwa siapa
saja yang tinggal di dalam Dia tidak berdosa lagi (1 Yoh. 3:6), ini berarti
sudah tidak jatuh dan hidup di dalam dosa lagi.
5)
Saling
mengasihi, Allah tegaskan lagi dalam 1 Yoh 4:16.
Pada poin nomor 5 yaitu gagasan bahwa mereka
yang “tinggal di dalam” Kristus menunjukkan dampak etis dari kehidupannya yaitu
lewat dari kehidupannya yang saling mengasihi. Pengajaran tentang Yohanes
hampir sejajar dengan pengajaran Paulus tentang hidup baru.[8]
Pengajaran Yohanes yang khusus tentang hidup
yang kekal (zôê aiônios) sebagai
sesuatu yang bisa di alami masa kini. Artinya adalah bila dikaitkan dengan
sifat Kerajaan Allah, ada dua yaitu kerajaan yang bersifat keakanan dan
kekinian, akan tetapi pada bagian ini penekanan daripada hidup kekal dalam
pengajaran Yohanes lebih berfokus kepada kekinian. Orang percaya kepada Kristus
kini memiliki hidup yang kekal (Yoh. 3:15, 16; 6:40, 47). Hidup yang bersifat
baru ini di terima sebagai buah iman. Kata “hidup yang kekal” ini dalam Injil
Yohanes merupakan istilah yang lain yang searti dengan Kerajaan Allah (bnd.
Mrk. 9:43-47), di mana “hidup” dan “kerajaan” muncul sebagai istilah yang
searti).
Tema “hidup” dalam Yohanes 20:30-31. Memang masih banyak tanda lain yang
dibuat Yesus di depan mata murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab
ini, tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya,
bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup
dalam nama-Nya. “hidup” menyatakan bahwa setiap orang yang percaya harus
“tinggal dalam Kristus”. Jadi “hidup” itu pada hakekatnya adalah hidup Allah. “Hidup yang
kekal” tandanya “hidup bersekutu dengan Allah” (bnd. 1 Yoh. 1:2; 2:25; 5:20).
KISAH PARA RASUL
Gagasan-gagasan
mengenai “tinggal di dalam” Kristus tidak muncul secara tersurat tetapi lebih
tersirat. Perkataan yang secara langsung menyinggung masalah “tinggal di dalam”
Kristus tidak muncul dalam Kisah Para Rasul. Akan tetapi gagasan ini tampak
secara tidak langsung (tersurat) dalam kehidupan jemaat mula-mula. Karena fokus
pada bagian pembahasan ini akan lebih melihat kepada kehidupan jemaat mula-mula
(gaya hidup). Yaitu dampak praktis dari orang yang bertobat, aktifitas Roh
tampak dalam Kisah Para Rasul yang bila kita melihat tuntutan-tuntutan etis dan
moral dari kerajaan Allah, maka akan ada kemustahilan bila semua tuntutan ini
dijalankan dengan kekuatan manusia atau kekuatan batiniah saja, tetapi ada
kuasa adikodrati atau lebih tepatnya Roh Kudus yang memampukan umat Kristen
mula-mula untuk menjalankan tuntutan-tuntuan moral dan etis tersebut yaitu Roh
yang berdiam dalam diri mereka.[9]
PAULUS
Mengenai Paulus, ia
lebih banyak menguraikan mengenai rencana keselamatan Allah (soteriologi). Dan
akibat-akibat teologis dari karya keselamatan Allah yang sebagian memiliki
kesamaan dalam tulisan-tulisan lain dalam Perjanjian Baru, dan sebagian lagi
merupakan asli pengajaran atau teologi Paulus, diantaranya:
1)
Ungkapan “hidup yang kekal” (zôê
aiônios) seperti yang ada dalam tulisan Yohanes, tetapi Paulus tidak
terlalu menekankan pada aspek realita kekinian daripada “hidup yang kekal” ini.
2) Paulus lebih kepada bagian yang akan diperoleh
pada masa depan (aspek kekinian yang ditekankan), seperti dalam
tulisan-tulisannya:
a.
Roma 2:7
Tepatnya adalah dari ayat 6: ὃς ἀποδώσει ἑκάστῳ κατὰ τὰ ἔργα αὐτοῦ·, dimana terdapat kata ‘akan’ dan bentuk
daripada kata Kerja ἀποδώσει
yang adalah bentuk future active yang menekankan perolehan yang dijanjikan
‘akan’ diterima di masa depan (aspek keakanan).
b.
Roma 5:21
Bagian dimana penguraian Paulus mengenai keselamatan yang mengkaitkan hidup
kekal sebagai perolehan bagi mereka yang menerima kesalamatan yang adalah
anugerah dari Allah. sekalipun terdapat kata ‘akan’ dalam ayat 2 namun dalam keseluruhan
dari bentuk kata disini menggunakan bentuk ‘present’ sehingga anugerah atau
bagian daripada hidup kekal adalah aspek perolehan yang diperoleh pada masa
kekinian (aspek kekinian).
c.
Roma 6:22
Jelas pada bagian ini adalah penekanan dari pengudusan merupakan bagian
yang telah diterima (aspek kekinian), dan hidup kekal yang merupakan bagian
yang akan diterima nantinya (aspek keakanan) yang merupakan ‘buah dari iman’.
kata νυνὶ δὲ
yaitu bentuk adverb yang menyatakan ‘sekarang’ dan kata kerja ‘ἔχετε yang
menggunakan bentuk ‘present’ sehingga pengudusan adalah bagian yang telah
diperoleh sekarang karena hasil daripada buah iman seseorang: ἔχετε τὸν καρπὸν ὑμῶν εἰς ἁγιασμόν,
τὸ δὲ τέλος ζωὴν αἰώνιον,
dan kata terakhir mengenai hidup kekal, adalah bagian yang diterima pada
akhirnya, τὸ δὲ τέλος ζωὴν αἰώνιον.
Yaitu kata τέλος
yang berarti ‘akhir atau pada akhirnya’ yang tampak bahwa ini adalah bagian
yang diperoleh pada akhir (aspek keakanan) atau nantinya.
d.
Gal. 6:8
Berdasarkan ayat ini hidup kekal adalah bagian perolehan dari hasil yang
akan diterima dari apa yang ditabur oleh seseorang. Sama seperti Roma 6:22
yaitu ini adalah ‘hasil’ yang diperoleh dari ‘Roh’ yang ditabur oleh seseorang.
Sama seperti ayat-ayat yang sebelumnya yang berkaitan, bentuk kata disini juga
menggunakan bentuk ‘future’ yang diterjemahkan ‘akan’ dalam LAI sehingga ini
adalah perolehan dari apa yang telah kita tabur sekarang (aspek keakanan). Yang
ditabur menggunakan bentuk ‘present’ dan hasilnya adalah ‘future’.
hidup kekal adalah
bagian yang ‘akan’ diperoleh dari hasil ‘iman’ seseorang atau tepatnya adalah
‘buah iman’ yang merupakan perolehan yang ‘akan’ ia dapatkan. Namun argumentasi
Guthrie ini tidak dapat di salahkan, karena Guthrie lebih melihat kepada apa
yang Paulus lihat pada masa kini dari hidup orang Kristen yang merupakan
kesamaan dengan apa yang dipandang oleh Yohanes yang lebih melihat kepada
kualitas daripada praktik hidup baru dari umat Allah pada masa kini.[10]
a.
Kesatuan dengan Kristus
Mengenai kesatuan
dengan Kristus, Guthrie menggunakan doktrin Baptisan sebagai alat untuk
menjelaskan apa yang dimaksud dengan kesatuan yaitu melalui kematian Kristus. Kita
bukan membahas mengenai doktrin baptisan, tetapi lebih kepada makna teologis
daripada baptisan yang melambangkan kesatuan dengan Kristus yang dilihat oleh
Guthrie yaitu melalui baptisan (sesuai dengan perspektif Paulus). Uraian
mengenai hal ini dibahas dari Roma 6, yang pada bagian ini langsung disoroti
kepada pertanyaan retorik yang diajukan oleh Paulus “tidak tahukah kamu, bahwa
kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam
kematian-Nya? (Roma 6:3). Aspek solidaritas yang ada dalam tulisan-tulisan
sinoptik disini kami (kelompok) memakainya sebagai bentuk penilaian atas ayat
ini yang mana solidaritas yang kelihatan yaitu adalah kematian atau
keikutsertaan orang yang percaya kepada-Nya dalam kematian-Nya yang merupakan
aspek solidaritas yang ditekankan pada pendahuluan daripada makalah ini. Kesatuan
daripada kematian inilah yang membuat seseorang dapat menjadi satu dengan
Kristus yang telah bangkit, hal inilah yang membuat alasan mengapa Guthrie
memuncullkan adanya doktrin Baptisan karena adanya kesamaan dari sudut teologis
daripada pemaknaan baptisan pada masa sekarang (bukan baptisan sektarian pada
masa dahulu).
Mengenai kesatuan
inilah yang nantinya akan diteruskan ke dalam bentuk suatu persekutuan yang
mana banyak orang yang terdiri dari satu tubuh atau kesatuan tubuh Kristus yang
satu dalam kematian-Nya karena mereka dibaptiskan dari satu tubuh (1 Kor.
12:13; bnd Gal. 3:27). Kesatuan tubuh yang ada dalam kedua teks kitab ini
adalah bentuk kesatuan yang terbentuk dari baptisan (bukan baptisan
sakramental) yang membuat mereka menjadi satu dengan Kristus.
Poin lain lagi dari
hasil mengalami kematian dengan Kristus ini adalah “mereka yang mati bagi dosa
dan hidup bagi Allah, dimana Paulus berbicara tentang hukum dosa yang ada dalam
daging yang mana Kristus dijadikan berdosa untuk menebus (Rm. 8:3). Poin yang
dapat ditarik dari sini adalah:
1)
“daging yang berdosa”, yang
hidup di bawah penguasaan dosa, telah dijatuhi hukuman / dimatikan ketika Yesus
di salibkan maka orang Kristen yang telah dimatikan dagingnya, ia telah
memiliki hidup yang baru yang tidak lagi dalam otoritas dosa yang dulu.
2)
Dalam Roma 6:11, Paulus
memandang perlunya para pembaca menganggap dirinya ‘telah’ mati bagi dosa dan
‘hidup bagi Allah’. sehingga dosa tidak lagi berdosa lagi atas diri orang
tersebut.
Dari dua paparan di
atas, maka yang dapat disimpulkan oleh kelompok berdasarkan pandangan yang
dimunculkan oleh Guthrie adalah kematian bersama Kristus adalah berarti bahwa
seseorang mematikan kedagingannya (daging yang dikuasai dosa) dan ia memperoleh
gaya hidup baru yang tidak lagi dihidupi atau dikuasai oleh daging yang
kecenderungannya adalah dosa tersebut. Sekalipun Guthrie lebih menyoroti kepada
baptisan (sakramental) yang mana mempertanyakan mengenai pengakuan di hadapan
publik (dihadapan umum) atau lebih tepatnya seperti upacara baptisan yang memproklamirkan
orang yang mengakui keberadaan yang ia terima setelah kematian (melalui
sakramen baptisan) bersama Kristus. Oleh sebab itu tidak heran bila Guthrie
mempertanyakan bahwa kesatuan dengan Kristus apakah hanya diperoleh melalui
Baptisan?[11]
Proses kematian yang
dilakukan oleh Yesus adalah bukan hanya kepada dosa saja, tetapi juga kepada
hukum Taurat (Rm. 7:4 dst), yang mana Taurat yang lebih bersifat membelenggu
seseorang yang lebih menuntut perbuatan seseorang sehingga orang seperti menjadi
tawanan daripada hukum Taurat. Sehingga orang-orang percaya yang mati untuk
hukum Taurat dan hidup bagi Allah (Rm. 7:4; Gal. 2:19) bukanya Paulus
menekankan bahwa Taurat tidak berguna, tetapi yang dilihat adalah ‘sifat’ dari
Taurat yang mengikat atau menjadi penjara bagi orang lah yang membuat orang
hidup seperti dikuasai oleh Taurat.[12]
Bukan hanya
keterikatan terhadap dosa saja, tetapi juga keterikatan terhadap dunia, yaitu
tampak dari perkataan Paulus tentang orang Kristen yang “telah mati
bersama-sama Kristus dan bebas dari roh-roh dunia” kata yang dipakai adalah stoikheia yang
dapat berarti ‘elemen dasar’ atau secara tepat sesuatu yang mendasar atau
prinsip-prinsip dasar, yang menurut Guthrie dapat berarti ‘asas-asas dunia’[13]
yaitu sistem yang menguasai hidup seseorang, sehingga muncul 2 kemungkinan,
yaitu ini lebih menunjuk kepada Taurat, atau lebih kepada kehidupan kafir
orang-orang Galatia sebelum bertobat. Akan tetapi bila kita melihat dari beberapa
ayat yang menggunakan bentuk yang sama (Gal. 4:3; 4:9; Kol. 2:8; Ibr. 5:12; 2
Ptr 3:10; 2 Ptr 3:12), maka tepatnya adalah ini bila berdasarkan kepada
pembahasan mengenai kehidupan Kristen atau hidup dalam Kristus, maka lebih
tepat adalah bagian ini diterjemahkan sebagai ‘roh-roh atau gagasan-gagasan
dunia, yang memperbudak kita’ (Gal. 4:3&9).
Setelah berbicara
mengenai kematian, maka akan ada kebangkitan, seperti yang dialami Yesus
(pola), maka makna daripada kebangkitan adalah bentuk dari kehidupan baru yang
merupakan wujud nyata/praktik daripada kehidupan orang percaya (Kol. 3:1 dst).
sehingga kelihatan proses daripada perubahan itu dalam diri seseorang (Kol. 3:9
dst.; Ef. 4:22-24). Maka penekanan akhirnya yang sejalan dengan Guthrie adalah
proses yang ditekankan adalah proses yang pekerjaan yang sudah selesai dan
memiliki dampak yang berkelanjutan.[14]
b.
Di dalam Kristus/di dalam Roh
Satu gagasan yang
dimunculkan oleh Guthrie dalam pengajaran Paulus adalah gagasan ‘berdiam’ atau
yang dalam pendahuluan kata ‘berdiam’ dipahami sebagai pernyataan eksistensi
atau keberadaan seseorang (sama dengan menetap). Ungkapan ini diarahkan kepada
orang percaya “di dalam Kristus” atau “di dalam Roh”, yang mana kedua kekuatan
ini dimengerti oleh Guthrie sebagai dua kekuatan yang kadang-kadang saling
melengkapi.[15]Beberapa
hal yang perlu diperhatikan mengenai pembahasan ini yang berkaitan adalah
beberapa hal seperti:
1. Gagasan Paulus tentang ciptaan baru
Orang yang ‘telah’
menjadi ciptaan baru yang ada “di dalam Kristus” (2 Kor. 5:17) yang bila
dilihat dari bentuk waktu kalimat tersebut adalah menyatakan sesuatu yang telah terjadi, maka yang ingin Paulus tunjukkan
adalah mengenai keadaan yang sekarang, atau yang telah terjadi yang mana orang
percaya telah disebut “ciptaan baru.” Ciptaan baru ini menunjuk kepada apa yang
terjadi kini dan bukan apa yang terjadi kelak. Gagasan ini hampir sama dengan
gagasan “berdiam dalam Kristus”, yaitu seseorang yang adalah ciptaan atau natur
yang baru, yang dihubungkan dengan peristiwa kematian dan kebangkitan yang mana
seseorang yang dulunya adalah ciptaan lama yang dikuasai oleh kekuatan-kekuatan
jahat, kini telah dikuasai oleh Kristus karena telah menjadi ciptaan baru (2
Kor. 5:15). Ciptaan baru ini hanya dapat terwujud bila mereka dalam mereka yang
hidup “di dalam Kristus”
c.
Kristus yang berdiam dan Roh yang berdiam
Wawasan Paulus tidak
hanya kepada “kita yang diam dalam Kristus” tetapi juga ada gagasan lain yaitu
“Kristus dalam kita” yang hampir sama dengan “di dalam Roh.” Ini lebih kepada
suatu kuasa dan bukan pribadi, yaitu kuasa yang mengatur atur mengambil kendali
atas diri seseorang contoh ayat-ayat nya seperti:
1) Galatia 2:20
2) Efesus 3:17
3) Kolose 1:27
4) 2 Korintus 13:5
5) Roma 8:9
Tidak ada perbedaan
besar antara fungsi Kristus dan fungsi Roh dalam diri orang percaya. Singkatnya
adalah keberadaan dalam Roh berarti secara ekstrim adalah hidup menjadi lebur
dengan Allah.
d.
Ke dalam Kristus
Gaagasan ke dalam (eis)
Kristus, berdampingan dengan dalam (en) Kristus. Seperti dalam Roma 6:3
yang telah kita bahas pada gagasan pertama (bagian a). Ungkapan “ke dalam
Kristus” lebih dari sekedar ke dalam sebuah persekutuan yang telah kita bahas
sebelumnya, kata eis dan en tidak menunujukkan adanya perbedaan
yang besar antara keduanya, tetapi lebih kepada tekanan kepada sifat
“seseorang” yang “di dalam Kristus.”
e.
Menanggalkan dan mengenakan
Gagasan ini memiliki
persamaan dengan suatu proses meninggalkan hidup lama dan menganut hidup baru
(akan dibahas juga dalam ‘pengudusan dan kesempurnaan). Gagasan ini muncul dari
Roma 13:14 yaitu kata “mengenakan Kristus” yang berhubungan dengan “di dalam
Kristus” (gagasan ini juga ada dalam Galatia 3:27). Guthrie menghubungkan
gagasan ini dengan sakramen baptisan Kristen. Paham baptisan yang membuat
seseorang memiliki jubah baru, yaitu Kristus. Orang yang dibaptis diibaratkan
dibajui dengan Kristus.[16]
Juga ada gagasan
mengenai perlengkapan senjata Allah (Rm. 13:12; Ef. 6:10), yang menyarankan
suatu pendekatan yang baru. Gagasan ini memiliki pengertian bahwa adanya
transformasi total, yang dikaitkan dengan pembaharuan pikiran. Kata
‘mengenakan’ disini berarti adalah penekanan akan perlunya ‘menanggalkan’ yang
lama.[17]
SURAT IBRANI
Dalam surat Ibrani
tidak banyak terdapat gagasan tentang kesatuan dengan Kristus atau dalam
Kristus, hanya sedikit saja disinggung mengenai hal ini. Yang ditekankan dalam
surat Ibrani adalah lebih kepada apa yang sudah Kristus lakukan dan sedang
berjalan dari bagi kita dan bukan “di dalam” kita.
1)
Dalam Ibrani 3:14 disebutkan
bahwa mereka yang bertahan sampai akhir pada keyakinan iman mereka yang semula.
2)
Ibrani 3:6 “rumah-Nya ialah
kita” yang artinya ia memiliki kita.
Salah satu ucapan
yang ada dalam surat Ibrani yang membuat adanya persamaan dengan gagasan yang
menjadi pokok bahasan kita adalah dalam Ibrani 6:4, dimana mereka yang mengecap
karunia sorgawi disebut sebagai “yang mendapat bagian dalam roh”, ungkapan ini
mirip dengan gagasan “di dalam roh” yang dipakai Paulus. Dan mengenai gagasan
“berdiam” dalam Ibrani hanya terdapat dalam penutup daripada surat ini yaitu
dalam Ibrani 1321 namun penekanannya disini bukanlah berdiam-Nya tetapi lebih
kepada karya-Nya.
BAGIAN-BAGIAN LAIN
DARI PERJANJIAN BARU
Dalam surat-surat
Petrus tidak terdapat rumusan “di dalam Kristus”namun pada surat penutupnya
mengacu pada “kamu sekalian yang berada dalam Kristus” (1 Ptr. 5:14). Juga
dalam I Petrus 5:10, tentang kemuliaan mereka yang dipanggil “dalam Kristus”
dan I Petrus 3:16 mengacu kepada mereka “yang memfitnah kamu karena hidupmu
saleh dalam Kristus”.
Dalam II Petrus juga
tidak ada ungkapan atau saran bahwa kita hidup dalam Kristus atau Kristus hidup
dalam kita, surat Petrus secara speksifik bisa dinyatakan terdapat gagasan
mengenai tinggal dan berada, tetapi maksud daripada kata yang dimunculkan ini
bukanlah ingin memberikan penekanan seperti yang Paulus lakukan.
Dalam surat Yudas 1
hanya ada ungkapan “dikasihi dalam Allah Bapa, dipelihara untuk Yesus Kristus”,
namun ini tidak menunjuk kepada kesatuan yang seperti dalam surat Paulus.
Dalam Wahyu wawasan
ini tidak disebut secara jelas, sekalipun keseluruhan dari kitab Wahyu adalah
mengenai kesatuan Allah dengan umat-Nya, namun gagasan mengenai kesatuan
Kristus dengan umat-Nya tidak kelihatan.
Pengudusan dan kesempurnaan
Injil Sinoptik
Pengudusan dan kesempurnaan merupakan 2 hal
yang berbeda. Proses kekudusan bersangkut paut dengan sikap pikiran manusia
yang dapat menghasilkan perbuatan-perbuatan baik. Didalam kekudusan Yesus mengharapkan sifat-sifat
seperti: kelemahlembutan,kerendahana hati,kemurahan dan kesucian (mat 5:5-8) ,
semangat mengampuni,kasih kepada musuh (mat 18:21)
Yesus menuntut suatu hal yang radikal namun
ini merupakan cita-cita bukanlah suatu tuntutan yang harus dilakukan segera.
Kesempurnaan dalam injil sinoptik memakai ayat
dasar mat 5:48 “haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang disorga adalah
sempurna. Ini
adalah ucapan Yesus sendiri yang bertujuan membawa rencana Allah bagi manusia
dalam pemenuhan akhir.
Kesempurnaan dalam injil
sinoptik juga terdapat dalam kisah seorang muda kaya (mat 19:21).dimana disini
memakai kata teleios yang bearti sudah lengkap. Dalam kisah ini tertulus bahwa seorang muda ini melakukan semua hokum
taurat namun ada satu hal yang belum terlengkapi yaitu menjual harta miliknya
dan memberikannya kepada orang miskin. Ini juga merupakan hal yang sukar untuk
dilakukan, namun hal kesempuraan ini sama dengan pengudusan yaitu merupakan
cita-cita yang tidak bisa dicapai dan
merupakan sasaran yang akan dipenuhi dimasa depan.
Tulisan-tulisan Yohanes
Istilah ini menuju kepada arah hidup suci,
dalam II Tesalonika 2:13 Paulus mengingatkan kepada pendengarnya bahwa “Allah
dari mulanya telah memilih (mereka) untuk diselamatkan dalam Roh yang
menguduskan kamu”. Ungkapan ini mengacu kepada roh manusia, sebab tidak ada
petunjuk dalam arti itu. Kata “menguduskan” adalah salah satu fungsi Roh yang
utama (bnd I Kor. 6:11). Bentuk ini adalah kata kerja yang pasif, dengan Roh
yang sebagai pelaku (Dia yang menguduskan). Pengudusan itu dinyatakan sebagai
suatu perbuatan yang sudah selesai (aoris).
Dalam Roma 15:16 mengatakan bahwa
bangsa-bangsa bukan Yahudi dapat diterima oleh Allah sebagai persembahan yang
berkenan kepada-Nya yang “disucikan” oleh “Roh Kudus”. Arti “disucikan”
berkaita erat dengan “berkenan”. Jadi ukuran pengudusan ialah kesuian yang
berkenan kepada allah, yakni kesucian yang cocok dengan sifat Roh itu sendiri
yang menjadikan kita suci ketika kita sudah diperkenankan oleh Roh Kudus.
Paulus
Yang ingin disampaikan oleh Paulus mengenai
kesempurnaan tidak terlepas daripada doktrin pembenaran yang merupakan tindakan
aktif Allah. tetapi dalam praktiknya yang ditekankan Paulus adalah hubungan
manusia dengan Allah yaitu dalam perkara yang telah Allah lakukan (sekarang
adalah tindakan aktif dari manusia). Pandangan Paulus ini jelas terlihat dalam
Filipi 2:12-13 yaitu “tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar,”
yaitu yang ditekankan adalah hasil dari apa yang dikerjakan Allah dan upaya manusia
(gabungan ilahi). Tuntutan-tuntuan moral dan praktik dari kehidupan orang
Kristen juga kelihatan dalam surat-surat Paulus (Rm. 15:1-3; Rm. 15:7; 2 Kor.
8:9; Flp. 2:5; 1 Kor. 11:1 1 Tes. 1:6). Selanjutnya adalah gagasan yang
terutama dalam pembahasan ini, yaitu kata hagiazo yang dipakai beberapa
kali dalam surat Paulus. Contoh: dalam I Korintus 1:30 adalah lebih kepada
menguduskan yang merupakan suatu tindakan. Dan I Korintus 1:29 “di hadapan
Allah”, yang menekankan sifat daripada yang menguduskan adalah kudus.
Pengudusan adalah sesuatu yang telah terjadi,
namun masih perlu dinyatakan dalam hidup orang percaya, yang secara praktik
tampak dalam I Tesalonika 4:3. Hagiasmos sendiri bertentangan dengan
kecemaran.
Bagian yang dipahami oleh Guthrie adalah pengudusan
ini merupakan nagian yang sudah terjadi (Rm. 6:19) dan juga pandangan kedua
yang memandang bahwa ini adalah proses yang terus-menerus.
Pengudusan sendiri tidak dapat dilepaskan dari
pekerjaan Roh (Roma 15:16; I Tesalonika 4:7-8) II Tesalonika 2:13. Roh membantu
seseorang untuk memenuhi tuntutan-tuntutan moral dan praktik yang ada.
Pengudusan di sini dikaitkan dengan panggilan
kekudusan (2 Tim. 1:9) yang mana pengudusan adalah satu syarat seseorang untuk
dapat mencapai puncak untuk tampil tak bercacat di hadapan Allah, sehingga
pengudusan memiliki acuan masa kini, dan masa depan.
Bagian-bagian lain dari perjanjian baru
Dalam surat ibrani menuliskan bahwa teladan
kesempurnaan adalah kristus sendiri. Yang disebut mencapai sempurna lewat penderitaan(ibr
2:10) kesempurnaan ditegakkan sebagai tujuan para pengikut kristus.
Ketidakmampuan taurat untuk menyempurnakan menurut hatu nurani (ibr 9:9).
Ibrani 10:14 menunjukkan bahwa kesempurnaan bukanlah hasil usaha manusia.
Seperti yang dikatakan tadi bahwa kekudusan adalah proses, dalam ibrani 12:14
dikatakan ada tertulis berusahalah…kejarlah…kekudusan. Surat ibrani menggunakan
istilah katartizein yang artinya disempurnakan.
Surat yakobus menyampaikan tentang nasihat
moral contoh: jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik,tetapi ia
melakukannya ia berdosa (yak 4:17).
Orang Kristen harus diperbaharui sikapnya(yak 2:15-16).
Surat 1 petrus didalam surat ini ada
keterkaitan antara roh dan pengudusan ( 1 ptr 1:2). Pola yang diberikan surat
ini adalah kita harus menjadi kudus sama seperti Dia yang kudus (iptr 1:15),
pola lain yang diberikan adalah berkaitan dengan penderitaan kristus (1 ptr
2:21). Dalam surat ini ada hubungan langsung antara kewajiban etis dan karya
Kristus . contoh kewajiba etisnya yaitu adanya sikap kasih,kelemahlembutan,dan
kerendahan hati terutama kepada orang lain (1 petrus 3:8).
Surat II petrus juga berisi tentang sifat
kebajikan kepada pribadi maupun social II petrus 5:11. Dalam pasal 3 berisi
tentang upaya untuk hidup suci (ayat 11) dimana adanya upaya untuk hidup tak
bercela dan tak bernoda( ayat 14) dan mereka harus bertumbuh akan pengenalan
akan Tuhan dan juruselamat kita Yesus Kristus (ayat 18)
Surat yudas:
yudas berisi tentang doa bahwa orang percaya dijaga supaya tidak
tersandung dan dapat tampil dihadapan Allah dengan tak bernoda Dalam.
kitab wahyu lebih menekankan
perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakn moral untuk menuju kemenangan seperti
ketekunan (Why 2:2,19), kasih (Why 2:19),kesetiaan (Why 3:8), dan teladan Kristus
sebagai pola(Why 3:21).
NATUR IMAN
Istilah
yang paulus gemari untuk menyatakan respons manusia terhadap karya keselamatan
Allah dalam Kristus adalah kata benda iman
(Pistis) dan kata kerja percaya (Pisteuo).
Dalam Roma 1:16-17a berkata Injil adalah Kekuatan Allah bagi keselamatan setiap
orang yang percaya…sebab didalamnya kebenaran Allah dinyatakan, dari iman
kepada iman. Kata “dari iman kepada iman” (ek pisteos eis pistin) berbicara
tentang cara yang Allah tentukan (hanya oleh iman) dan respon manusia sebagai
syaratnya. Sebelum membahas mengenai iman , terlebih dahulu kita melihat studi
kata dalam Perjanjian lama mengenai iman, terdapat tiga kata yang paling umum
di dalam Perjanjian Lama untuk iman adalah He’min,batach
dan chasah. He’min adalah bentuk hiphil dari ‘aman. Menurut leksikon bahasa ibrani Brown-Driver-Briggs, arti
dasar kata ini dalam bentuk Qal
adalah “meneguhkan atau mendukung.” Ketika digunakan ke dalam bentuk hiphil maka kalimatnya akan menjadi
“menyebabkan atau mendukung” atau menyebabkan menjadi teguh; jika diterapkan
kepada seseorang ,maka kata ini berarti “menyebabkan seseorang untuk
mendukungmu” dan dapat juga berarti “memperayai atau mempercayakan diri kepada
seseorang”. Kata kerja ini digunakan di dalam kitab kejadian 15:6 “percayalah
Abram kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai
kebenaran.” Artinya abram mempercayakan diri kepada Tuhan, sehingga Tuhan
memperhitungkan hal itu sebagai kebenaran.[18]
Dalam Rm. 3:21 Kitab taurat dan para Nabi menyaksikan pentingnya iman. Seperti
halnya dalam Rm 4:3 yang mengutip Kej 15:6 dimana ini menunjukkan “iman dari
pihak manusia adalah satu-satunya dasar yang paling mungkin dan cukup untuk
menopang relasi dengan Allah.” Jadi iman dalam konsep Paulus secara mendasar
adalah bersandar dalam diri Allah sendiri.karena tujuan Keselamatan Allah telah
digenapi melalui Anak-Nya, maka iman kepada Allah ahrus dinyatakan dalam iman
kepada Kristus.Iman dan pertobatan merupakan suatu keharusan dalam keselamatan.
Sebab menurut yohanes, tujuan injil ini ditulis supaya kamu percaya, bahwa
Yesuslah Mesias Anak Allah dan supaya
kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam namaNya (Yoh 20:31) Herman riderboss
menuliskan iman dan injil saling mendefinisikan. Dalam Rm 10:8 injil terkadang
disebut “firman iman” dan iman disebut sebagai “iman yang timbul dari berita
injil” (Flp. 1:27). Antara iman dan injil mempunyai kaitan dan ini yang
menentukan natur iman (karakter iman). Isi injil adalah sebagai pesan penebusan
(dalam keseluruhan kitab injil berbicara tentang penebusan) dan iman jadi
sebagai kebersandaran atau keyakinan iman. Iman itu dapat dikatakan sebagai
bentuk ketaatan (bdk. Rm. 1:8 dan 16:19). Dan iman tidak dapat dipisahkan dari
isi injil. iman dan ketaatan adalah hal yang simultan atau hal yang bersamaan.
Dan ketaatan yang dimaksud disini adalah ketaatan pada isi Injil itu sendiri
“Tunduk kepada kebenaran Allah”.dan injil juga menghampiri manusia dan menuntut
manusia mengambil keputusan dan tindakan untuk masuk dalam jalan Keselamatan,
yang artinya manusia harus mentaati anugerah Allah, atau dapat dikatakan iman
harus merespon dan mengikuti injil atau melakukan kebenaran. Dalam Roma 10:9-10
: berkata “ jika kamu mengaku dengan mulutmu , bahwa Yesus adalah Tuhan, dan
percaya dalam hatimu bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati
maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan,
dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan.” Salah satu kaitan antara Iman
dan ketaatan ialah bentuk Pengakuan. Pengakuan ini bersifat “Homologia” artinya
“Berbicara bersama-sama”. Dan pengakuan ini mengandung unsur melibatkan diri
dengan oran lain atau hal lain, atau rela untuk dihadapan orang lain menyatakan
sikap atas sesuatu dan siap memberi jawab atas sesuatu.
Terdapat
juga kaitan antara Iman kepada Kristus dan tradisi yang jemaat terima dari
paulus dan doktrin yang paulus ajarkan. Jika kita membicarakan mengenai
tradisi(kebiasaan) satu kunci yang harus di ingat bahwa tidak semua tradisi
dianggap berotoritas, “karena yang berotoritas itu hanya yang berasal dari
orang-orang tertentu yang telah disahkan sebagai pembawa dan pemberitanya.”
Paulus memakai konsep tradisi dalam pemberitaan peristiwa penebusan yang
Kristus genapkan dan yang pemberitanya adalah para rasul yang Ia panggil dan
sahkan(bdk. 1Kor. 11:2, 23; 15:1,3; Gal 1:12).
Dalam Roma 6:17 Paulus berkata bahwa jemaat Roma “dengan segenap hati
telah menaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu (dengan otoritas
rasuli). Dan ini menunjukkan iman sebagai ketaatan.maka itu paulus mengaitkan iman jemaat dengan otoritas
rasuli. Tradisi (kebiasaan) yang dimaksud disini ialah tradisi (kebiasaan)
dalam pemberitaan injil yang dilakukan oleh pemberita injil secara khusus.
Untuk meyakinkan jika pemberitaan injil yang dilakukan oleh paulus itu adalah
benar, maka paulus terus mengaitkan panggilannya sebagai rasul Kristus dengan
melibatkan pengajaran dengan tradisi injil yang diyakini dan disahkan oleh
Kristus sendiri. Sehingga iman dalam tradisi ini tidak sepenuhnya
berdasarkan kelayakan penerus
tradisi,tapi pada bagaimana Tuhan yang hidup menunjuk para Rasul-Nya sebagai
fondasi jemaat dan menuntut jemaat untuk mentaati apa yang mereka beritakan.
Dalam konsep Paulus Hal mengenai Iman dan Pengetahuan adalah hal yang berkaitan
dan menjelaskan satu sama lain. Jika kita memperlakukan pengetahuan seperti
orang yahudi memperlakukan ketaatan kepada taurat, dengan tujuan untuk menebus
diri atau membenarkan diri, maka pengetahuan akan menghalangi iman. Sebaliknya
jika jemaat Galatia dan roma mempertentangkan iman dengan perbuatan, maka dari
sisi gnosis (pengetahuan) akan terancam oleh hikmat dunia (1 Kor 1:26-29).
Paulus mengakui bahwa kita semua mempunyai pengetahuan ( 1Kor 8:1). Tetapi
paulus menyoroti bahwa pengetahuan yang mereka gunakan itu membuat mereka
semakin meninggikan diri terhadap orang yang lemah imannya. Oleh karena
seseorang haruslah rendah hati dalam menggunakan pengetahuan yang ia punya
sebab itu menunjukkan sikap iman terhadap pengetahuan dan hikmat. Dan paulus
juga seringkali mengaitkan iman dengan pengetahuan, khususnya dalam ungkapan
“karena kita tahu bahwa (Rm. 5:3; 6:9; 1Kor. 15:58; 2Kor. 1:7). Pengetahuan
juga memiliki tingkatan, sebab jemaat tidak langsung mencapai kedewasaan penuh
dalam pengetahuan. Paulus juga berbicara tentang
“bertumbuh”,”melimpah”,”bertambah-tambah”,”kaya” dalam pengetahuan (Kol.1:9,10;
Flp.:9; 1 Tes 3:12; 2kor 8:7).Dalam Efesus 4:13 juga berkata jemaat sampai
mencapai kesatuan iman dan pengetahuan tentang Anak Allah. Pengetahuan akan
Allah tidaklah dihasilkan dari inisiatif, refleksi atau penyelidikan manusia,
tetapi dari Allah yang memperkenalkan diri kepada manusia. Dan pengetahuan yang
dimaksud disini ialah pengetahuan keselamatan, pengetahuan yang kepadanya
seseorang dapat menyerahkan diri, bersandar kepada Allah dan mempercayainya
,dan iman berkaitan dengan nasib dan kehidupan seseorang dengan apa yang ia
percayai.
Hubungan
natur iman dengan hidup baru tidak terlepas dari iman dengan kekuatan KuasaNya
yang membangkitkan Kristus dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga
(bdk. 1:20; Kol.1:11). Dan Kristus tinggal di dalam hati umatNya oleh iman,
disertai oleh kuasa Rohnya yang meneguhkan kita di dalam batin (Ef. 3:16).
Artinya Hidup baru tidak hanya berarti memiliki kebenaran oleh iman di dalam
kristus, tetapi juga mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya (Flp.3 :10). Kata
“beriman” berarti “telah” berbagian di dalam hidup baru sebagai keberadaan
eskatologis dan anugerah keselamatan; di lain pihak sebagai modus eksistensi
sementara dari hidup baru, iman mengimplikasikan bahwa kita “belum” menemukan
diri kita dalam realitas temporal yang sekarang ini, bahwa kita belum sempurna
dan belum menangkap apa yang ada di hadapan kita(Flp. 3:12). Iman dan
pengharapan membentuk esensi hidup baru karena di dalam keduanya terletak
respons manusia atas tindakan agung yang telah dan akan Allah lakukan dalam
Yesus Kritus. Seperti contoh dengan halnya Abraham, keyakinan total Abraham
pada Allah “diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran” (Rm. 4:3) artinya Allah
nyatakan sebagai Respons yang benar untuk dibenarkan dihadapan Allah, dan untuk
berelasi secara benar dengannya. Sama halnya dengan , dasar pembenaran kita
adalah kematian Kristus (Rm.5:9), tetapi Aktualisasi keputusan itu menanti
respos iman kita (Flp 3:9). Dan perlu di implikasikan dalam kehidupan kita
sebagai pengikut Kristus, bahwa iman bukan karya luar biasa atau hasil terbaik
seseorang yang bisa dipersembahkan kepada Allah. Iman bukan kemampuan diri
melainkan ketidakberdayaan diri, sehingga percaya dan bersandar penuh kepada
Allah.
[1] Donald Guthrie. Teologi Perjanjian Baru 2 misi
Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 2013. Hlm
295
[2] Donald Guthrie. Teologi Perjanjian Baru 2 misi Kristus,
Roh Kudus, Kehidupan Kristen. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 2013. Hlm 22
[3] Donald Guthrie. Teologi Perjanjian Baru 2 misi
Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 2013. Hlm
21
[4] Donald Guthrie. Teologi Perjanjian Baru 2 misi
Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 2013. Hlm
295
[5] Donald Guthrie. Teologi Perjanjian Baru 2 misi
Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 2013. Hlm
296
[6] Donald Guthrie. Teologi Perjanjian Baru 2 misi
Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 2013. Hlm
296
[7] Donald Guthrie. Teologi Perjanjian Baru 2 misi
Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 2013. Hlm 296
[8] Donald Guthrie. Teologi Perjanjian Baru 2 misi
Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 2013. Hlm 297
[9] Donald Guthrie. Teologi Perjanjian Baru 2 misi
Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 2013. Hlm 299
[10] Donald Guthrie. Teologi Perjanjian Baru 2 misi
Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 2013. Hlm 299
[11] Lih. Donald Guthrie. Teologi Perjanjian Baru 2
misi Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 2013.
Hlm 301
[12] Donald Guthrie. Teologi Perjanjian Baru 2 misi Kristus, Roh
Kudus, Kehidupan Kristen. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 2013. Hlm 301
[13] Donald Guthrie. Teologi Perjanjian Baru 2 misi Kristus, Roh
Kudus, Kehidupan Kristen. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 2013. Hlm 301
[14] Donald Guthrie. Teologi Perjanjian Baru 2 misi Kristus, Roh
Kudus, Kehidupan Kristen. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 2013. Hlm 302
[15] Donald Guthrie. Teologi Perjanjian Baru 2 misi Kristus, Roh
Kudus, Kehidupan Kristen. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 2013. Hlm 303
[16] Donald Guthrie. Teologi Perjanjian Baru 2 misi Kristus, Roh
Kudus, Kehidupan Kristen. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 2013. Hlm 313
[17] Donald Guthrie. Teologi Perjanjian Baru 2 misi Kristus, Roh
Kudus, Kehidupan Kristen. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 2013. Hlm 314
[18] A.Hoekema.Anthony, Di Selamatkan Oleh Anugerah, (Surabaya:
Momentum),2013. Hal 176.
Komentar
Posting Komentar