1
DI MANAKAH ORANG-ORANG YANG TELAH MENINGGAL DUNIA
BERADA?: SEBUAH STUDI MENGENAI INTERMEDIATE STATE
BENNY SOLIHIN
PENDAHULUAN
Perjanjian Baru mengajarkan bahwa orang-orang yang telah mati akan
dibangkitkan pada waktu kedatangan Kristus kedua kali. Pertanyaan yang segera muncul
atas pengajaran Alkitab ini adalah, “Di manakah mereka selama kurun waktu antara
kematian mereka dan kedatangan Tuhan Yesus kedua kali?” Dengan perkataan lain, “Di
manakah jiwa mereka menunggu selama waktu itu?” Wajar bila kita berpikir bahwa
mereka ada di suatu tempat di dalam periode antara kematian dan kebangkitan mereka.
Masa atau keadaan itu disebut dengan istilah “intermediate state.”
Istilah ini diciptakan oleh para teolog untuk menjelaskan dengan tepat ruang dan
waktu yang bersifat sebagai antara dan sementara. Kata sifat “intermediate” mengacu
pada suatu kurun waktu tertentu sedangkan kata benda “state” berarti suatu kondisi
manusia di bawah keadaan tertentu. Jadi, konsepsi ini secara keseluruhan menyatakan
keadaan orang-orang mati dalam masa antara kematian dan kebangkitan mereka, dalam
hal ini juga mencakup pertanyaan-pertanyaan yang timbul seperti: Dalam kurun waktu itu,
di manakah orang-orang yang sudah meninggal dunia menunggu? Apakah mereka masih
hidup? Apakah mereka sadar dan tahu siapa diri mereka? Apa yang mereka lakukan?
Apakah mereka sudah menerima hukuman atau pahala, atau masih dalam keadaan netral:
tanpa hukuman atau pahala? Lalu bagaimana dengan roh mereka? Jiwa mereka?
Pertanyaan-pertanyaan yang penting ini dapat muncul begitu saja dalam diri kita.
Tentu jawaban pertanyaan ini dapat memberikan kepada kita suatu pengharapan yang
besar atau sebaliknya, kekecewaan yang mendalam. Sayangnya, kebanyakan kita tidak
mempunyai pengertian yang jelas tentang doktrin ini. Sehubungan dengan hal ini Millard
J. Erickson berkata,
Ada dua alasan mengapa banyak orang Kristen tidak mampu secara efektif
melayani orang yang sedang berkabung. Pertama, karena secara relatif Alkitab
tidak berbicara banyak tentang doktrin intermediate state. Alasan kedua, adanya
kontroversi teologis yang berkembang di dalam doktrin ini.
1
Artikel ini adalah suatu usaha untuk menyelidiki apa yang sesungguhnya Alkitab
katakan tentang pengajaran intermediate state. Tujuannya adalah guna mendapatkan
pengertian yang lebih jelas tentang hal tersebut sehingga kita mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan penting yang datang dari mereka yang memerlukan kepastian dan
kekuatan di tengah-tengah dukacita mereka. Alur penulisan artikel ini adalah sebagai
berikut: Pertama kita akan melihat beberapa pandangan tentang doktrin intermediate state,
tanpa memberi komentar apa pun terhadap pandangan-pandangan itu. Kemudian, kita
akan mencoba mengerti beberapa bagian Alkitab yang sering disebut-sebut sebagai dasar
pengajaran intermediate state. Terakhir, kita akan melihat kesimpulan dan komentar atas
beberapa pandangan tentang intermediate state yang akan menutup tulisan ini.
1
Introduction Christian Doctrine (edisi kedua; Grand Rapids: Baker, 2001) 378.
2
BEBERAPA PANDANGAN TENTANG INTERMEDIATE STATE
Doktrin Tentang Soul-Sleep
Pandangan ini mengatakan bahwa jiwa orang yang telah meninggal berada dalam
keadaan tertidur, tidak sadar, tanpa pengetahuan dan kegiatan. Keadaan itu terus
berlanjut sampai kebangkitan tubuh. Ajaran ini didasarkan pada fakta bahwa Alkitab
sering kali menggunakan istilah tidur untuk kematian (Kis. 7:60, 13:36; 1Kor. 15: 6, 8, 20,
51; 1Tes. 4:13-15; Yoh. 11:11, 14). Mereka yang percaya pada ajaran ini beranggapan
bahwa manusia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari tubuh,
jiwa dan kehendak. Jadi, pada waktu tubuh berhenti berfungsi maka jiwa, sebagai satu
kesatuan, juga berhenti berfungsi. Ajaran ini pada umumnya dipegang oleh orang-orang
Yahudi, “Psychopannychians” pada awal abad pertengahan, sebagian penganut
Anabaptis dan Luther.
2
Sekarang pandangan ini dianut oleh kaum Advent Hari Ketujuh,
Saksi Yehova dan sebagian Kristen Ortodoks.
Doktrin Purgatori
Ajaran ini mengajarkan bahwa semua orang yang mati dalam damai dengan
gereja namun yang belum sempurna, harus menjalani hukuman penyucian di dalam suatu
kurun waktu dan tempat tertentu yang dikenal sebagai purgatori. Selama masa
kesengsaraan ini mereka mempunyai penghiburan bahwa suatu hari kelak siksaan mereka
akan berakhir, dan setelah itu mereka akan masuk ke dalam sorga. Masa kesengsaraan
mereka dalam purgatori bisa berkurang oleh doa, puasa, amal dan juga kunjungan ke
tempat-tempat suci yang dilakukan oleh keluarga atau kerabat dari orang-orang yang
telah meninggal atau juga oleh orang-orang kudus. Doktrin ini dipegang terutama oleh
gereja Roma Katolik dengan berdasar pada tradisi dan juga Alkitab, seperti 2 Makabee
12:43-45; Matius 12:32; 1 Korintus 3:15.
Kebangkitan Seketika
Ajaran ini pada dasarnya percaya bahwa orang-orang yang meninggal akan
bangkit segera. Namun, ajaran ini masih terbagi menjadi dua golongan. Pertama, orang-
orang percaya yang meninggal dunia akan dibangkitkan segera dan tinggal bersama
dengan Kristus (Flp. 1:23), tetapi dalam wujud tanpa tubuh. Kebangkitan tubuh baru
akan terjadi pada hari Kristus datang ke dunia untuk kedua kalinya, yaitu pada “hari yang
terakhir.” J. Rodman Williams berpendapat,
Menurut kitab Ibrani (12:22-23), sorga—“Yerusalem sorgawi”—adalah tempat
berkumpulnya roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna. Oleh
sebab itu, orang-orang percaya (orang-orang yang dibenarkan melalui apa yang
telah Kristus lakukan) pada waktu mati roh mereka disempurnakan. Sebagai roh,
2
James Leo Garret, Jr., Systematic Theology: Biblical, Historical and Evangelical (vol. 2; Grand
Rapids: Eerdmans, 1995) 677.
mereka hadir bersama dengan Tuhan. . . . Ringkasnya, roh atau jiwa orang yang
percaya yang mati ada di sorga.
3
Namun, tubuh mereka masih akan menerima kebangkitannya pada waktu Tuhan Yesus
datang kembali.
Kedua, orang-orang percaya yang mati akan dibangkitkan segera dengan tubuh
mereka. Dengan demikian, kebangkitan tubuh akan diterima sesaat setelah kematian.
Oleh karena itu, kedatangan Tuhan Yesus kedua kali (parousia) bukan menjadi saat
kebangkitan tubuh tetapi saat masuknya kita ke dalam kesatuan yang utuh dari kumpulan
orang-orang beriman. Pandangan ini dipegang oleh F. F. Bruce, Aldwinckle dan Murray
Harris dengan berdasar pada 2 Korintus 5:10. Aldwinckle percaya bahwa orang-orang
yang telah meninggal yang berada dalam intermediate state memiliki keberadaan tubuh.
“Pandangan yang berpendapat bahwa orang percaya yang telah mati berada di dalam
Kristus hanya setengah bagian dirinya (roh) saja tidak masuk akal.”
4
PANDANGAN ALKITAB
Seperti yang telah dikatakan oleh Erickson, Alkitab hanya sedikit berbicara
tentang intermediate state. Meskipun demikian, ada beberapa bagian Alkitab yang sering
dikutip oleh para teolog sebagai dasar pengajaran ini. Pertama-tama kita akan membahas
kata sheol dalam Perjanjian Lama dan hades dalam Perjanjian Baru, dilanjutkan dengan
membahas Lukas 16:19-31, 23:42 dan seterusnya, 1 Tesalonika 4:13-17; 2 Korintus 5:1-
10; Filipi 1:23. Bagian terakhir yang juga sering dikutip adalah Wahyu 6:9-11. Kita
akan melihat bagian-bagian Alkitab ini untuk mencoba menggali apa yang dikatakan oleh
firman Tuhan tentang intermedieate state. Semoga setelah itu kita mendapat pengertian
yang lebih baik tentang masalah ini.
Sheol dan Hades
Dalam Perjanjian Lama kata Ibrani yang dipakai untuk menunjukkan tempat
beradanya jiwa orang-orang yang telah mati adalah sheol. Pada umumnya sheol berarti
“kuburan,” atau dalam arti luas berarti “kematian.” Meskipun kadang-kadang dikatakan
semua bagian tubuh manusia akan masuk ke dalam sheol (Bil. 16:28-34; Mzm. 55:15;
Ams. 1:12; Yes. 5:14), namun dalam Perjanjian Lama lebih sering dikatakan “jiwa” pergi
ke sheol, bukan tubuh atau roh atau nafas. Kata ini dikenakan baik kepada orang benar
atau orang jahat; mereka turun ke sheol (Ayb. 21:13; Mzm. 6:6; 9:18; 88:4; 89:49).
Tidak ada kepastian bahwa sheol adalah tempat penghukuman selama-lamanya.
Dalam Perjanjian Baru tempat jiwa-jiwa orang mati berada disebut hades, tetapi
kata ini tidak selalu digunakan dengan arti yang sama. Ada dua pandangan dasar
mengenai penggunaan kata ini. Pertama, diungkapkan oleh Dale Moody bahwa hades
adalah tempat atau status sementara untuk orang-orang jahat. Pandangan kedua dipegang
oleh Geerhardus Vos, L. Berkhof, Joachim Jeremias dan A. Hoekema, yang menyatakan
ada dua penggunaan yang berbeda dari hades dalam Perjanjian Baru, yaitu penggunaan
abstrak dan yang lain adalah penggunaan lokal. Dalam penggunaan abstrak hades berarti
3Renewal Theology (Grand Rapids: Zondervan, 1992) 400.
4
Stephen H. Travis, Christian Hope & the Future (Downers Grove: InterVarsity, 1980) 110.
4
“status kematian atau keberadaan tanpa tubuh” (Why. 6:8; 20:13). Dalam pengertian ini
dikatakan jiwa Yesus turun ke hades (Kis. 2:27, 31). Sedangkan dalam penggunaan lokal,
hades berarti tempat di mana orang-orang jahat dikumpulkan selama intermediate state
(Luk. 16:23; Mat. 11:23; 16:18).
5 Hal lain yang perlu kita ketahui adalah Perjanjian Baru
tidak menggunakan kata hades untuk neraka (gehenna) atau sebaliknya. Artinya, hades
memang berbeda dengan neraka.
Dari penjabaran tentang sheol dan hades di atas kita dapat menarik kesimpulan
yang bersangkut-paut dengan intermediate state: (1) Alkitab, baik Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru, menyatakan ada kehidupan setelah kematian; (2) Jiwa orang-orang yang
telah meninggal dunia, baik orang percaya atau orang tidak percaya, tidak langsung
masuk ke dalam sorga atau neraka, tetapi berada dalam suatu tempat sementara yang
dalam Perjanjian Lama disebut sheol dan dalam Perjanjian Baru disebut hades.
Lukas 16:19-31
Bagian Alkitab yang paling populer digunakan dalam pembahasan intermediate
state adalah kisah orang kaya dan Lazarus (Luk. 16:19-31). Karena hingga saat ini masih
menjadi perdebatan yang panjang di antara penafsir tentang apakah kisah ini suatu
perumpamaan atau bukan, kita coba mengesampingkan hal itu dan memfokuskan
penyelidikan hanya untuk mengetahui apakah kisah atau perumpamaan ini
mengungkapkan pengajaran intermediate state atau tidak.
Karel Hanhart tidak setuju jika kisah ini dipakai untuk menjelaskan keadaan
kehidupan setelah kematian karena ia melihat bukan itu yang menjadi tujuan utamanya,
melainkan menyatakan kebenaran Allah, di mana Ia memulihkan status orang miskin.
6
Tetapi, saya kira Hanhart tidak sepenuhnya benar. Meskipun pendapatnya benar tentang
tujuan kisah ini, namun yang menceritakan kehidupan setelah kematian dalam kisah ini
adalah Yesus sendiri. Pertanyaan yang mendasar adalah, mungkinkah Yesus, yang
berasal dari kekekalan, menggunakan setting cerita tentang kekekalan yang berlainan
dengan keadaan kekekalan yang sebenarnya? Yang paling mungkin terjadi adalah Ia
mengatakan keadaan yang sebenarnya sedang terjadi di dalam kekekalan.
Kisah orang kaya dan Lazarus harus dilihat sebagai kisah yang ditujukan kepada
orang-orang Farisi (16:9, 13, 16-17, dan 17:1). Menurut sudut pandang orang-orang
Farisi, kekayaan akan menjadi tanda restu Allah atas suatu kehidupan yang benar, tetapi
kisah Yesus ini menjungkirbalikkan pandangan tradisional tersebut.
7 Kisah ini membawa
tema injil Lukas, yakni peninggian orang miskin dan perendahan orang kaya (1:51-53;
6:20-26).
Kebanyakan penafsir sependapat kisah ini menyatakan implikasi yang jelas
bahwa orang kaya tersebut jahat sebab ia tidak perduli dan tidak sensitif terhadap
penderitaan orang-orang miskin yang ada di dekatnya. Setelah kematian kedua orang
tersebut, Alkitab tidak mengatakan bahwa Lazarus masuk ke dalam alam maut (hades)
pada waktu ia mati, melainkan ia dibawa oleh malaikat ke pangkuan Abraham (ay. 22).
Tetapi untuk orang kaya itu dikatakan, “ia menderita sengsara di alam maut, ia
memandang keatas” (ay. 23). Dari kontras ini kita segera menangkap bahwa hades
5Garret, Systematic Theology 675-676.
6
Intermediate State in the New Testament (Holand: Franeker, 1966) 197.
7
Frederick W. Danker, Jesus & the New Age (Philadelphia: Fortress, 1988) 287.
5
adalah suatu tempat penyiksaaan dan penderitaan bagi orang-orang yang tidak benar,
sedangkan “pangkuan Abraham” adalah suatu tempat atau keadaan yang berkebalikan
dengan hades, yaitu tempat kebahagiaan orang-orang yang dibenarkan Allah (lihat juga
ay. 25).
Hal lain yang perlu kita soroti adalah jawaban Abraham atas permintaan orang
kaya itu kepadanya agar ia menyuruh Lazarus mencelupkan ujung jarinya ke dalam air
dan menyejukkan lidahnya, “Selain daripada itu di antara kami dan engkau terbentang
jurang yang tak terseberangi . . .” (ay. 26). Jawaban ini menyatakan ketidakmungkinan
Lazarus datang ke tempat orang kaya tersebut dan sebaliknya.
Lalu apa yang dapat kita simpulkan tentang intermediate state dari kisah ini?
Kita dapat mencatat beberapa hal: (1) Orang-orang yang telah meninggal dunia, baik
orang benar maupun orang jahat, masuk ke dalam intermediate state dengan kesadaran
penuh. Mereka dapat berpikir, berbicara, merasa dan saling mengenali; (2) Orang jahat
akan menerima hukuman dan kesengsaraan di alam maut yang disebut hades, sedangkan
orang benar yang mendapat anugerah Allah mengalami penghiburan di pangkuan
Abaraham; (3) Bagi orang-orang yang telah meninggal dunia, tidak ada kemungkinan
perpindahan tempat dari hades ke pangkuan Abraham dan sebaliknya.
Lukas 23:39-43
Perkataan yang paling jelas di dalam injil tentang intermediate state ditemukan di
dalam ucapan Yesus kepada penjahat yang sedang sekarat di kayu salib. Penjahat itu
begitu terkesan dengan sikap Yesus dalam menghadapi kematian di kayu salib dengan
memohon pengampunan kepada Bapa bagi orang-orang yang menganiaya-Nya (ay. 34).
Akhirnya ia berbalik kepada Yesus dan berdoa, “Yesus, ingatlah akan aku, apabila
Engkau datang sebagai Raja” (23:42).
Lukas sengaja menonjolkan kehadiran dua orang penjahat yang dieksekusi untuk
membuat pemisahan tersebut menjadi lebih dramatis: seorang penjahat bergabung dengan
para pemimpin dan tentara dalam memaki Yesus, tetapi seorang lain membuat pengakuan
iman dan meminta Yesus untuk mengingatnya dalam kerajaan-Nya. Penjahat yang
bertobat itu jelas percaya bahwa kehidupannya tidak akan berakhir setelah kematiannya.
Yesus menjawab, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau
akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (ay. 43). Penjahat itu tidak
mengharapkan untuk diingat segera namun jawaban Yesus “hari ini” melebihi apa yang
ia minta.
8 Yesus mengundangnya untuk menikmati persekutuan dengan-Nya di hadirat
Allah “hari ini,” yakni segera setelah kematian.
“Firdaus” adalah kata Yunani yang berasal dari bahasa Persia yang berarti
“taman” atau “kebun.” Dalam Perjanjian Lama kata ini digunakan dalam Yehezkiel
28:13; 31:8, “Taman Eden.” Dalam tulisan orang-orang Yahudi yang lebih akhir, kata ini
menunjukkan tempat di mana orang-orang benar diberkati di masa antara kematian dan
kebangkitan. Dalam 2 Korintus 12:4, Paulus mempergunakan kata Firdaus sebagai
tempat tinggal Allah, “ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus.”
9
Implikasi dari dua bagian
Alkitab ini adalah setelah kematiannya, penjahat yang bertobat itu akan segera bersekutu
bersama dengan Allah dalam intermediate state.
8Anthony A. Hoekema, The Bible and the Future (Grand Rapids: Eerdmans, 1979) 103.
9Loraine Boettner, Immortality (Philadelphia: Presbyterian & Reformed, 1967) 34-35.
6
Dari bagian ini kita dapat menyimpulkan tentang intermediate state, yaitu segera
setelah kematian orang-orang percaya akan masuk ke dalamnya dan menikmati
persekutuan dengan Yesus, tanpa harus menunggu kedatangan Yesus yang kedua kalinya
dan kebangkitan tubuhnya.
2 Korintus 5:1-10
Perikop 2 Korintus 5:1-10 memegang posisi kunci dalam problem intermediate
state. Konteks perikop ini adalah kelanjutan pembelaan Paulus atas tuduhan yang tidak
benar terhadap motivasi pelayanannya. Tujuan perikop ini bukan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat spekulasi tentang kehidupan yang akan datang dan
kapan kita akan mendapatkan tubuh rohani; sebaliknya, untuk memperlihatkan
bagaimana jaminan kehidupan yang akan datang dan juga takhta pengadilan Kristus yang
akan Paulus hadapi telah mengubah segala sesuatu dalam kehidupannya sekarang ini.
Frasa “kemah kediaman kita di bumi” secara praktis identik dengan “sifat luar”
dari “tubuh jasmani.”
10
Paulus menggunakan analogi “kemah” (tabernakel) dan “tempat
kediaman” (temple) untuk mengungkapkan keyakinannya bahwa setelah kematiannya
Allah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga baginya, suatu tempat kediaman
yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia.
Apa yang dimaksud Paulus dengan, “suatu tempat kediaman di sorga bagi kita,
suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia?” Hoekema
menunjukkan ada tiga kemungkinan mengartikannya. Pertama, kalimat itu berarti pada
saat kematian orang-orang percaya menerima tubuh sementara, tetapi pada saat
kedatangan Tuhan Yesus yang kedua tubuh sementara ini akan diganti dengan tubuh
kebangkitan. Kedua, kalimat itu berarti orang-orang yang telah meninggal akan
menerima kebangkitan tubuh pada saat Tuhan datang. Ketiga, kalimat itu menjelaskan
mulianya keadaan orang-orang percaya di sorga bersama dengan Kristus selama mereka
berada dalam intermediate state. John Calvin dan Hoekema menggabungkan
kemungkinan kedua dan ketiga dengan berpendapat bahwa jiwa orang-orang yang mati di
dalam Kristus segera mendapat tempat kediaman dari Allah di dalam kekekalan sorgawi
yang mulia, tetapi ini baru tahap pertama yang belum sempurna. Kesempurnaan mereka
akan tiba pada saat Tuhan Yesus datang ke dunia untuk kedua kalinya guna
membangkitkan tubuh orang-orang yang mati.
11
Pada ayat 8 Paulus berkata, “Hati kami tabah, dan terlebih suka kami beralih dari
tubuh ini untuk menetap pada Tuhan.” Perbedaan antara “beralih dari tubuh ini” dan
“menetap pada Tuhan” jelas berbicara tentang saat kematian. Beralih dari tubuh berarti
tidak lagi hadir bergabung dengan tubuh yang fana dan menetap pada Tuhan berarti
berkumpul bersama dengan Kristus; keadaan ini jauh lebih indah dan kaya dari keadaan
Paulus di dunia ini.
12
Dari penggalian perikop ini kita dapat mencatat beberapa hal tentang intermediate
state: (1) Orang-orang percaya yang telah mati di dalam Kristus akan segera bersama
dengan Kristus di dalam suatu keadaan yang bersifat sementara; (2) Selama berada dalam
intermediate state mereka telah menerima kemuliaan sorgawi walaupun dalam fase itu
10
F. F. Bruce, The New Century Bible Commentary (Grand Rapids: Eerdmans, 1990) 201.
11Hoekema, The Bible 104-106.
12
Ibid. 106.
7
keberadaan mereka belum sempurna dan masih menunggu saat kebangkitan tubuh pada
saat parousia atau kedatangan Tuhan Yesus kedua kali. Walaupun demikian keadaan ini
jauh lebih baik daripada keadaan kita sekarang ini.
Filipi 1:20-23
Perikop ini adalah bagian dari situasi Paulus yang diceritakan di Filipi 1:12-26.
Paulus mengalami situasi buruk yaitu pemenjaraannya, tetapi ia bersaksi bahwa apa yang
kelihatannya malapetaka ternyata menjadi kemajuan bagi injil. Ia juga berbicara tentang
motif penginjilan yang tidak benar dari beberapa orang, dan terakhir, ia merefleksikan
dilemanya sendiri tentang kehidupannya di kemudian hari.
Pada bagian ini (ay. 20-23), dua kali ia menyiratkan bahwa kematian baginya
bukanlah sesuatu kerugian atau ketakutan, sebaliknya itu merupakan keuntungan (ay. 21),
dan keadaan yang jauh lebih baik dari pada hidupnya yang sekarang (ay. 23). Namun,
tentu saja ia tidak mempunyai kuasa untuk menentukan mati atau hidup dirinya sendiri
karena semua itu adalah hak Tuhan. Yang pasti, ia memegang satu prinsip dasar yaitu
Kristus harus dimuliakan di dalam tubuhnya, baik oleh hidupnya, maupun oleh matinya
(ay. 20).
Richard R. Melick, Jr.
13
dan Hanhart
14
menyatakan bahwa Paulus tidak
mendiskusikan doktrin intermediate state sama sekali dalam bagian ini. Ia hanya
mengungkapkan keyakinannya bahwa jika ia mati, ia akan beruntung karena kematian
adalah suatu keberangkatan menuju hadirat Tuhan. Tetapi, Hoekema melihat bahwa
bagian ini masih memberikan sedikit gambaran tentang intermediate state, yaitu dari
pandangan Paulus yang mengatakan bahwa kematian dan berkumpul dengan Yesus itu
jauh lebih baik. Ia juga mengatakan bahwa dari paham ini kita mempunyai dasar untuk
menolak pengajaran tentang soul-sleep, karena bagaimana mungkin jiwa yang tertidur
atau non-existence dapat menjadi jauh lebih baik daripada keadaan yang sekarang?
15
Jadi, kesimpulan tentang intermediate state dari bagian ini adalah: (1) Bagi orang
percaya, kematian adalah keberangkatan untuk berkumpul bersama dengan Kristus; (2)
Kehidupan orang percaya setelah kematian jauh lebih baik daripada sebelumnya.
1 Tesalonika 4:13-17
Dalam bagian ini Paulus membicarakan satu persoalan pastoral yang serius yang
sedang dialami oleh jemaat Tesalonika. Mereka sangat berduka dan kehilangan harapan
karena memikirkan beberapa orang dari mereka yang mati sebelum kedatangan Tuhan
Yesus yang kedua kali. Dalam pengertian mereka orang-orang yang meninggal akan
kehilangan kesempatan untuk ikut berbagi dalam hari yang besar itu. Dari sini kita dapat
menduga bahwa mereka mengira kedatangan Kristus itu akan terjadi dengan segera.
Frasa “mereka yang telah meninggal dunia” dalam ayat 13-15 diterjemahkan oleh
beberapa penerjemahan Alkitab (KJV, NIV, ESV) dengan “mereka yang tertidur,” karena
orang-orang percaya yang mati sering disebut sedang tertidur baik di dalam Perjanjian
13
The New American Commentary (Nashville: Broadman, 1991) 86.
14
Intermediate State 184.
15
The Bible 103.
8
Lama dan Perjanjian Baru.
16
Perhatikan bahwa Paulus tidak mengatakan bahwa orang
Kristen tidak boleh berdukacita karena kematian seseorang yang dicintai, tetapi yang
yang ia tekankan adalah jangan berdukacita seperti orang lain yang tidak mempunyai
pengharapan. Ayat 14 menunjukkan dasar pengharapan Kristen tersebut, yaitu Yesus
yang telah bangkit. Mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah
bersama-sama dengan Dia. Ini menunjukkan adanya jaminan dan kepastian bahwa
orang-orang percaya akan menetap bersama dengan Kristus. Dalam ayat 15 Paulus
menegaskan kepada jemaat Tesalonika bahwa mereka yang telah meninggal lebih dahulu
tidak akan rugi pada saat kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali, karena mereka akan
lebih dahulu dibangkitkan (ay. 16). Sesudah itu, semua akan diangkat bersama-sama (ay.
17).
Kesimpulan yang dapat kita petik tentang intermediate state dari perikop ini
adalah: (1) Sekali lagi ditegaskan, orang-orang yang meninggal akan menetap bersama
dengan Kristus; (2) Pada hari kedatangan Tuhan Yesus kedua kali mereka akan mendapat
tubuh kebangkitan terlebih dahulu dari mereka yang masih hidup pada saat itu.
Wahyu 6:9-11
Pembukaan meterai yang kelima oleh Anak Domba memperlihatkan di bawah
mezbah ada jiwa-jiwa orang-orang yang telah dibunuh oleh karena firman Allah dan oleh
karena kesaksian yang mereka miliki. Para martir itu mengajukan satu pertanyaan
penting, “Berapa lamakah lagi, ya Penguasa yang kudus dan benar, Engkau tidak
menghakimi dan tidak membalaskan darah kami kepada mereka yang diam di bumi?”
(ay. 10). Sebagai jawaban atas pertanyaan itu mereka masing-masing diberi sehelai jubah
putih dan diminta menunggu sampai genap jumlah kawan-kawan pelayan dan saudara-
saudara mereka, yang akan dibunuh sama seperti mereka.
Beberapa penafsir berpendapat bahwa pemberian jubah putih ini merupakan suatu
pelukisan akan tubuh spiritual atau tubuh mulia di dalam intermediate state. Tubuh
mulia itu diberikan tanpa menunggu kedatangan Tuhan Yesus kedua kali. Kepada
mereka dikatakan bahwa mereka harus beristirahat (menunggu) sedikit waktu lagi sampai
genap jumlah kawan-kawan pelayan dan saudara-saudara mereka yang akan dibunuh
sama seperti mereka. Leon Morris menjelaskan,
Ini tidak berarti bahwa Allah menginginkan suatu jumlah angka yang khusus dari
jiwa-jiwa para martir dan Ia menunggu sampai jumlah itu terpenuhi. Yang benar
adalah Allah bekerja berdasarkan rencana-Nya dan dalam rencana-Nya ada
tempat untuk martir-martir lain. Rencana itu tidak bisa diperlambat atau
dipercepat.
17
George E. Ladd meragukan bila perikop ini menceritakan tentang intermediate
state, terutama Wahyu 6:9, “Aku melihat di bawah mezbah jiwa-jiwa mereka yang telah
dibunuh oleh karena firman Allah dan oleh karena kesaksian yang mereka miliki.” Ia
berpendapat bahwa itu adalah suatu metafora untuk menjelaskan kematian para martir
16William Hendriksen, New Testament Commentary (Grand Rapids: Baker) 109-110.
17Revelation (TNTC; Grand Rapids: Eerdmans, 1987) 106.
9
dan tidak mengatakan tentang tempat tinggal setelah kematian.
18 Hanhart juga
mengambil posisi yang sama dengan Ladd.
19
Tetapi saya kurang sejalan dengan
pendapat mereka. Bila kita perhatikan dengan lebih seksama, maka kita akan melihat
bahwa para martir itu ada dalam keadaan sementara, belum final. Mereka masih harus
menunggu sesuatu yang akan datang. Jelas ini melukiskan intermediate state.
Dari bagian ini kita coba menyimpulkan tentang intermediate state: (1) Orang-
orang percaya yang mati di dalam Kristus dan yang ada bersama dengan Kristus di dalam
keadaan sementara mempunyai kesadaran identitas. Mereka masih ingat apa yang telah
terjadi pada diri mereka di masa lalu; (2) Di dalam intermediate state mereka telah
menerima tubuh spiritual atau tubuh mulia untuk sementara, dan itu akan menjadi
sempurna saat kedatangan Tuhan Yesus ke dunia kedua kali untuk membangkit orang-
orang yang telah mati.
KESIMPULAN
Setelah melakukan penggalian di atas, sekarang tiba waktunya untuk kita menarik
kesimpulan teologis tentang intermediate state ini. (1) Alkitab, baik Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru, menyatakan ada kehidupan setelah kematian; (2) Jiwa orang-orang yang
telah meninggal dunia, baik orang percaya atau orang tidak percaya, tidak langsung
masuk ke dalam sorga atau neraka, tetapi berada dalam suatu tempat sementara sampai
kedatangan Tuhan Yesus kedua kali; (3) Di dalam intermediate state, mereka hidup
dengan kesadaran penuh: mengenal identitas diri mereka, dapat berpikir, berbicara,
merasa dan saling mengenali. Dengan demikian doktrin soul sleep tidak dapat kita terima;
(4) Di sana orang-orang jahat akan menerima hukuman dan kesengsaraan di alam maut
yang disebut hades sebelum mereka pada akhirnya akan mendapat hukuman kekal di
neraka (gehenna); (5) Sebaliknya, orang-orang percaya akan menetap bersama dengan
Kristus dan menerima tubuh spiritual atau tubuh mulia untuk sementara dan itu akan
menjadi sempurna saat kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali ke dunia untuk
membangkitkan orang-orang mati. Pengertian ini menyangkal doktrin instantanous
resurrection pola pertama yang mengatakan bahwa jiwa orang-orang percaya akan segera
dibangkitkan setelah kematian namun tanpa tubuh; (6) Orang-orang percaya akan
mengalami penghiburan dan kebahagiaan dalam persekutuan dengan Kristus. Walaupun
dalam fase ini mereka belum sempurna—masih menunggu saat kebangkitan tubuh pada
saat parousia—tetapi kemuliaan ini jauh lebih baik daripada kemuliaan mereka di dunia;
(7) Pada hari kedatangan Tuhan Yesus kedua kali mereka akan mendapat tubuh
kebangkitan terlebih dahulu dari yang mereka yang masih hidup pada saat itu. Kemudian,
bersama-sama dengan orang-orang percaya yang masih hidup akan diangkat untuk
bertemu dengan Tuhan di udara dan masuk ke dalam sorga. Atas dasar ini, kita tidak
menerima doktrin instantanous resurrection pola kedua yang mengajarkan bahwa orang-
orang percaya yang mati akan dibangkitkan segera dengan tubuh mereka, dan dengan
demikian, kebangkitan tubuh akan diterima sesaat setelah kematian; (8) Orang-orang
yang telah meninggal dunia tidak mempunyai kesempatan untuk berpindah tempat dari
hades ke pangkuan Abraham dan sebaliknya. Dengan demikian, kita jelas menolak
ajaran purgatori.
18
The Last Things (Grand Rapids: Eerdmans, 1978) 39.
19
Intermediate State 233.
DI MANAKAH ORANG-ORANG YANG TELAH MENINGGAL DUNIA
BERADA?: SEBUAH STUDI MENGENAI INTERMEDIATE STATE
BENNY SOLIHIN
PENDAHULUAN
Perjanjian Baru mengajarkan bahwa orang-orang yang telah mati akan
dibangkitkan pada waktu kedatangan Kristus kedua kali. Pertanyaan yang segera muncul
atas pengajaran Alkitab ini adalah, “Di manakah mereka selama kurun waktu antara
kematian mereka dan kedatangan Tuhan Yesus kedua kali?” Dengan perkataan lain, “Di
manakah jiwa mereka menunggu selama waktu itu?” Wajar bila kita berpikir bahwa
mereka ada di suatu tempat di dalam periode antara kematian dan kebangkitan mereka.
Masa atau keadaan itu disebut dengan istilah “intermediate state.”
Istilah ini diciptakan oleh para teolog untuk menjelaskan dengan tepat ruang dan
waktu yang bersifat sebagai antara dan sementara. Kata sifat “intermediate” mengacu
pada suatu kurun waktu tertentu sedangkan kata benda “state” berarti suatu kondisi
manusia di bawah keadaan tertentu. Jadi, konsepsi ini secara keseluruhan menyatakan
keadaan orang-orang mati dalam masa antara kematian dan kebangkitan mereka, dalam
hal ini juga mencakup pertanyaan-pertanyaan yang timbul seperti: Dalam kurun waktu itu,
di manakah orang-orang yang sudah meninggal dunia menunggu? Apakah mereka masih
hidup? Apakah mereka sadar dan tahu siapa diri mereka? Apa yang mereka lakukan?
Apakah mereka sudah menerima hukuman atau pahala, atau masih dalam keadaan netral:
tanpa hukuman atau pahala? Lalu bagaimana dengan roh mereka? Jiwa mereka?
Pertanyaan-pertanyaan yang penting ini dapat muncul begitu saja dalam diri kita.
Tentu jawaban pertanyaan ini dapat memberikan kepada kita suatu pengharapan yang
besar atau sebaliknya, kekecewaan yang mendalam. Sayangnya, kebanyakan kita tidak
mempunyai pengertian yang jelas tentang doktrin ini. Sehubungan dengan hal ini Millard
J. Erickson berkata,
Ada dua alasan mengapa banyak orang Kristen tidak mampu secara efektif
melayani orang yang sedang berkabung. Pertama, karena secara relatif Alkitab
tidak berbicara banyak tentang doktrin intermediate state. Alasan kedua, adanya
kontroversi teologis yang berkembang di dalam doktrin ini.
1
Artikel ini adalah suatu usaha untuk menyelidiki apa yang sesungguhnya Alkitab
katakan tentang pengajaran intermediate state. Tujuannya adalah guna mendapatkan
pengertian yang lebih jelas tentang hal tersebut sehingga kita mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan penting yang datang dari mereka yang memerlukan kepastian dan
kekuatan di tengah-tengah dukacita mereka. Alur penulisan artikel ini adalah sebagai
berikut: Pertama kita akan melihat beberapa pandangan tentang doktrin intermediate state,
tanpa memberi komentar apa pun terhadap pandangan-pandangan itu. Kemudian, kita
akan mencoba mengerti beberapa bagian Alkitab yang sering disebut-sebut sebagai dasar
pengajaran intermediate state. Terakhir, kita akan melihat kesimpulan dan komentar atas
beberapa pandangan tentang intermediate state yang akan menutup tulisan ini.
1
Introduction Christian Doctrine (edisi kedua; Grand Rapids: Baker, 2001) 378.
2
BEBERAPA PANDANGAN TENTANG INTERMEDIATE STATE
Doktrin Tentang Soul-Sleep
Pandangan ini mengatakan bahwa jiwa orang yang telah meninggal berada dalam
keadaan tertidur, tidak sadar, tanpa pengetahuan dan kegiatan. Keadaan itu terus
berlanjut sampai kebangkitan tubuh. Ajaran ini didasarkan pada fakta bahwa Alkitab
sering kali menggunakan istilah tidur untuk kematian (Kis. 7:60, 13:36; 1Kor. 15: 6, 8, 20,
51; 1Tes. 4:13-15; Yoh. 11:11, 14). Mereka yang percaya pada ajaran ini beranggapan
bahwa manusia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari tubuh,
jiwa dan kehendak. Jadi, pada waktu tubuh berhenti berfungsi maka jiwa, sebagai satu
kesatuan, juga berhenti berfungsi. Ajaran ini pada umumnya dipegang oleh orang-orang
Yahudi, “Psychopannychians” pada awal abad pertengahan, sebagian penganut
Anabaptis dan Luther.
2
Sekarang pandangan ini dianut oleh kaum Advent Hari Ketujuh,
Saksi Yehova dan sebagian Kristen Ortodoks.
Doktrin Purgatori
Ajaran ini mengajarkan bahwa semua orang yang mati dalam damai dengan
gereja namun yang belum sempurna, harus menjalani hukuman penyucian di dalam suatu
kurun waktu dan tempat tertentu yang dikenal sebagai purgatori. Selama masa
kesengsaraan ini mereka mempunyai penghiburan bahwa suatu hari kelak siksaan mereka
akan berakhir, dan setelah itu mereka akan masuk ke dalam sorga. Masa kesengsaraan
mereka dalam purgatori bisa berkurang oleh doa, puasa, amal dan juga kunjungan ke
tempat-tempat suci yang dilakukan oleh keluarga atau kerabat dari orang-orang yang
telah meninggal atau juga oleh orang-orang kudus. Doktrin ini dipegang terutama oleh
gereja Roma Katolik dengan berdasar pada tradisi dan juga Alkitab, seperti 2 Makabee
12:43-45; Matius 12:32; 1 Korintus 3:15.
Kebangkitan Seketika
Ajaran ini pada dasarnya percaya bahwa orang-orang yang meninggal akan
bangkit segera. Namun, ajaran ini masih terbagi menjadi dua golongan. Pertama, orang-
orang percaya yang meninggal dunia akan dibangkitkan segera dan tinggal bersama
dengan Kristus (Flp. 1:23), tetapi dalam wujud tanpa tubuh. Kebangkitan tubuh baru
akan terjadi pada hari Kristus datang ke dunia untuk kedua kalinya, yaitu pada “hari yang
terakhir.” J. Rodman Williams berpendapat,
Menurut kitab Ibrani (12:22-23), sorga—“Yerusalem sorgawi”—adalah tempat
berkumpulnya roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna. Oleh
sebab itu, orang-orang percaya (orang-orang yang dibenarkan melalui apa yang
telah Kristus lakukan) pada waktu mati roh mereka disempurnakan. Sebagai roh,
2
James Leo Garret, Jr., Systematic Theology: Biblical, Historical and Evangelical (vol. 2; Grand
Rapids: Eerdmans, 1995) 677.
mereka hadir bersama dengan Tuhan. . . . Ringkasnya, roh atau jiwa orang yang
percaya yang mati ada di sorga.
3
Namun, tubuh mereka masih akan menerima kebangkitannya pada waktu Tuhan Yesus
datang kembali.
Kedua, orang-orang percaya yang mati akan dibangkitkan segera dengan tubuh
mereka. Dengan demikian, kebangkitan tubuh akan diterima sesaat setelah kematian.
Oleh karena itu, kedatangan Tuhan Yesus kedua kali (parousia) bukan menjadi saat
kebangkitan tubuh tetapi saat masuknya kita ke dalam kesatuan yang utuh dari kumpulan
orang-orang beriman. Pandangan ini dipegang oleh F. F. Bruce, Aldwinckle dan Murray
Harris dengan berdasar pada 2 Korintus 5:10. Aldwinckle percaya bahwa orang-orang
yang telah meninggal yang berada dalam intermediate state memiliki keberadaan tubuh.
“Pandangan yang berpendapat bahwa orang percaya yang telah mati berada di dalam
Kristus hanya setengah bagian dirinya (roh) saja tidak masuk akal.”
4
PANDANGAN ALKITAB
Seperti yang telah dikatakan oleh Erickson, Alkitab hanya sedikit berbicara
tentang intermediate state. Meskipun demikian, ada beberapa bagian Alkitab yang sering
dikutip oleh para teolog sebagai dasar pengajaran ini. Pertama-tama kita akan membahas
kata sheol dalam Perjanjian Lama dan hades dalam Perjanjian Baru, dilanjutkan dengan
membahas Lukas 16:19-31, 23:42 dan seterusnya, 1 Tesalonika 4:13-17; 2 Korintus 5:1-
10; Filipi 1:23. Bagian terakhir yang juga sering dikutip adalah Wahyu 6:9-11. Kita
akan melihat bagian-bagian Alkitab ini untuk mencoba menggali apa yang dikatakan oleh
firman Tuhan tentang intermedieate state. Semoga setelah itu kita mendapat pengertian
yang lebih baik tentang masalah ini.
Sheol dan Hades
Dalam Perjanjian Lama kata Ibrani yang dipakai untuk menunjukkan tempat
beradanya jiwa orang-orang yang telah mati adalah sheol. Pada umumnya sheol berarti
“kuburan,” atau dalam arti luas berarti “kematian.” Meskipun kadang-kadang dikatakan
semua bagian tubuh manusia akan masuk ke dalam sheol (Bil. 16:28-34; Mzm. 55:15;
Ams. 1:12; Yes. 5:14), namun dalam Perjanjian Lama lebih sering dikatakan “jiwa” pergi
ke sheol, bukan tubuh atau roh atau nafas. Kata ini dikenakan baik kepada orang benar
atau orang jahat; mereka turun ke sheol (Ayb. 21:13; Mzm. 6:6; 9:18; 88:4; 89:49).
Tidak ada kepastian bahwa sheol adalah tempat penghukuman selama-lamanya.
Dalam Perjanjian Baru tempat jiwa-jiwa orang mati berada disebut hades, tetapi
kata ini tidak selalu digunakan dengan arti yang sama. Ada dua pandangan dasar
mengenai penggunaan kata ini. Pertama, diungkapkan oleh Dale Moody bahwa hades
adalah tempat atau status sementara untuk orang-orang jahat. Pandangan kedua dipegang
oleh Geerhardus Vos, L. Berkhof, Joachim Jeremias dan A. Hoekema, yang menyatakan
ada dua penggunaan yang berbeda dari hades dalam Perjanjian Baru, yaitu penggunaan
abstrak dan yang lain adalah penggunaan lokal. Dalam penggunaan abstrak hades berarti
3Renewal Theology (Grand Rapids: Zondervan, 1992) 400.
4
Stephen H. Travis, Christian Hope & the Future (Downers Grove: InterVarsity, 1980) 110.
4
“status kematian atau keberadaan tanpa tubuh” (Why. 6:8; 20:13). Dalam pengertian ini
dikatakan jiwa Yesus turun ke hades (Kis. 2:27, 31). Sedangkan dalam penggunaan lokal,
hades berarti tempat di mana orang-orang jahat dikumpulkan selama intermediate state
(Luk. 16:23; Mat. 11:23; 16:18).
5 Hal lain yang perlu kita ketahui adalah Perjanjian Baru
tidak menggunakan kata hades untuk neraka (gehenna) atau sebaliknya. Artinya, hades
memang berbeda dengan neraka.
Dari penjabaran tentang sheol dan hades di atas kita dapat menarik kesimpulan
yang bersangkut-paut dengan intermediate state: (1) Alkitab, baik Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru, menyatakan ada kehidupan setelah kematian; (2) Jiwa orang-orang yang
telah meninggal dunia, baik orang percaya atau orang tidak percaya, tidak langsung
masuk ke dalam sorga atau neraka, tetapi berada dalam suatu tempat sementara yang
dalam Perjanjian Lama disebut sheol dan dalam Perjanjian Baru disebut hades.
Lukas 16:19-31
Bagian Alkitab yang paling populer digunakan dalam pembahasan intermediate
state adalah kisah orang kaya dan Lazarus (Luk. 16:19-31). Karena hingga saat ini masih
menjadi perdebatan yang panjang di antara penafsir tentang apakah kisah ini suatu
perumpamaan atau bukan, kita coba mengesampingkan hal itu dan memfokuskan
penyelidikan hanya untuk mengetahui apakah kisah atau perumpamaan ini
mengungkapkan pengajaran intermediate state atau tidak.
Karel Hanhart tidak setuju jika kisah ini dipakai untuk menjelaskan keadaan
kehidupan setelah kematian karena ia melihat bukan itu yang menjadi tujuan utamanya,
melainkan menyatakan kebenaran Allah, di mana Ia memulihkan status orang miskin.
6
Tetapi, saya kira Hanhart tidak sepenuhnya benar. Meskipun pendapatnya benar tentang
tujuan kisah ini, namun yang menceritakan kehidupan setelah kematian dalam kisah ini
adalah Yesus sendiri. Pertanyaan yang mendasar adalah, mungkinkah Yesus, yang
berasal dari kekekalan, menggunakan setting cerita tentang kekekalan yang berlainan
dengan keadaan kekekalan yang sebenarnya? Yang paling mungkin terjadi adalah Ia
mengatakan keadaan yang sebenarnya sedang terjadi di dalam kekekalan.
Kisah orang kaya dan Lazarus harus dilihat sebagai kisah yang ditujukan kepada
orang-orang Farisi (16:9, 13, 16-17, dan 17:1). Menurut sudut pandang orang-orang
Farisi, kekayaan akan menjadi tanda restu Allah atas suatu kehidupan yang benar, tetapi
kisah Yesus ini menjungkirbalikkan pandangan tradisional tersebut.
7 Kisah ini membawa
tema injil Lukas, yakni peninggian orang miskin dan perendahan orang kaya (1:51-53;
6:20-26).
Kebanyakan penafsir sependapat kisah ini menyatakan implikasi yang jelas
bahwa orang kaya tersebut jahat sebab ia tidak perduli dan tidak sensitif terhadap
penderitaan orang-orang miskin yang ada di dekatnya. Setelah kematian kedua orang
tersebut, Alkitab tidak mengatakan bahwa Lazarus masuk ke dalam alam maut (hades)
pada waktu ia mati, melainkan ia dibawa oleh malaikat ke pangkuan Abraham (ay. 22).
Tetapi untuk orang kaya itu dikatakan, “ia menderita sengsara di alam maut, ia
memandang keatas” (ay. 23). Dari kontras ini kita segera menangkap bahwa hades
5Garret, Systematic Theology 675-676.
6
Intermediate State in the New Testament (Holand: Franeker, 1966) 197.
7
Frederick W. Danker, Jesus & the New Age (Philadelphia: Fortress, 1988) 287.
5
adalah suatu tempat penyiksaaan dan penderitaan bagi orang-orang yang tidak benar,
sedangkan “pangkuan Abraham” adalah suatu tempat atau keadaan yang berkebalikan
dengan hades, yaitu tempat kebahagiaan orang-orang yang dibenarkan Allah (lihat juga
ay. 25).
Hal lain yang perlu kita soroti adalah jawaban Abraham atas permintaan orang
kaya itu kepadanya agar ia menyuruh Lazarus mencelupkan ujung jarinya ke dalam air
dan menyejukkan lidahnya, “Selain daripada itu di antara kami dan engkau terbentang
jurang yang tak terseberangi . . .” (ay. 26). Jawaban ini menyatakan ketidakmungkinan
Lazarus datang ke tempat orang kaya tersebut dan sebaliknya.
Lalu apa yang dapat kita simpulkan tentang intermediate state dari kisah ini?
Kita dapat mencatat beberapa hal: (1) Orang-orang yang telah meninggal dunia, baik
orang benar maupun orang jahat, masuk ke dalam intermediate state dengan kesadaran
penuh. Mereka dapat berpikir, berbicara, merasa dan saling mengenali; (2) Orang jahat
akan menerima hukuman dan kesengsaraan di alam maut yang disebut hades, sedangkan
orang benar yang mendapat anugerah Allah mengalami penghiburan di pangkuan
Abaraham; (3) Bagi orang-orang yang telah meninggal dunia, tidak ada kemungkinan
perpindahan tempat dari hades ke pangkuan Abraham dan sebaliknya.
Lukas 23:39-43
Perkataan yang paling jelas di dalam injil tentang intermediate state ditemukan di
dalam ucapan Yesus kepada penjahat yang sedang sekarat di kayu salib. Penjahat itu
begitu terkesan dengan sikap Yesus dalam menghadapi kematian di kayu salib dengan
memohon pengampunan kepada Bapa bagi orang-orang yang menganiaya-Nya (ay. 34).
Akhirnya ia berbalik kepada Yesus dan berdoa, “Yesus, ingatlah akan aku, apabila
Engkau datang sebagai Raja” (23:42).
Lukas sengaja menonjolkan kehadiran dua orang penjahat yang dieksekusi untuk
membuat pemisahan tersebut menjadi lebih dramatis: seorang penjahat bergabung dengan
para pemimpin dan tentara dalam memaki Yesus, tetapi seorang lain membuat pengakuan
iman dan meminta Yesus untuk mengingatnya dalam kerajaan-Nya. Penjahat yang
bertobat itu jelas percaya bahwa kehidupannya tidak akan berakhir setelah kematiannya.
Yesus menjawab, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau
akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (ay. 43). Penjahat itu tidak
mengharapkan untuk diingat segera namun jawaban Yesus “hari ini” melebihi apa yang
ia minta.
8 Yesus mengundangnya untuk menikmati persekutuan dengan-Nya di hadirat
Allah “hari ini,” yakni segera setelah kematian.
“Firdaus” adalah kata Yunani yang berasal dari bahasa Persia yang berarti
“taman” atau “kebun.” Dalam Perjanjian Lama kata ini digunakan dalam Yehezkiel
28:13; 31:8, “Taman Eden.” Dalam tulisan orang-orang Yahudi yang lebih akhir, kata ini
menunjukkan tempat di mana orang-orang benar diberkati di masa antara kematian dan
kebangkitan. Dalam 2 Korintus 12:4, Paulus mempergunakan kata Firdaus sebagai
tempat tinggal Allah, “ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus.”
9
Implikasi dari dua bagian
Alkitab ini adalah setelah kematiannya, penjahat yang bertobat itu akan segera bersekutu
bersama dengan Allah dalam intermediate state.
8Anthony A. Hoekema, The Bible and the Future (Grand Rapids: Eerdmans, 1979) 103.
9Loraine Boettner, Immortality (Philadelphia: Presbyterian & Reformed, 1967) 34-35.
6
Dari bagian ini kita dapat menyimpulkan tentang intermediate state, yaitu segera
setelah kematian orang-orang percaya akan masuk ke dalamnya dan menikmati
persekutuan dengan Yesus, tanpa harus menunggu kedatangan Yesus yang kedua kalinya
dan kebangkitan tubuhnya.
2 Korintus 5:1-10
Perikop 2 Korintus 5:1-10 memegang posisi kunci dalam problem intermediate
state. Konteks perikop ini adalah kelanjutan pembelaan Paulus atas tuduhan yang tidak
benar terhadap motivasi pelayanannya. Tujuan perikop ini bukan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat spekulasi tentang kehidupan yang akan datang dan
kapan kita akan mendapatkan tubuh rohani; sebaliknya, untuk memperlihatkan
bagaimana jaminan kehidupan yang akan datang dan juga takhta pengadilan Kristus yang
akan Paulus hadapi telah mengubah segala sesuatu dalam kehidupannya sekarang ini.
Frasa “kemah kediaman kita di bumi” secara praktis identik dengan “sifat luar”
dari “tubuh jasmani.”
10
Paulus menggunakan analogi “kemah” (tabernakel) dan “tempat
kediaman” (temple) untuk mengungkapkan keyakinannya bahwa setelah kematiannya
Allah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga baginya, suatu tempat kediaman
yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia.
Apa yang dimaksud Paulus dengan, “suatu tempat kediaman di sorga bagi kita,
suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia?” Hoekema
menunjukkan ada tiga kemungkinan mengartikannya. Pertama, kalimat itu berarti pada
saat kematian orang-orang percaya menerima tubuh sementara, tetapi pada saat
kedatangan Tuhan Yesus yang kedua tubuh sementara ini akan diganti dengan tubuh
kebangkitan. Kedua, kalimat itu berarti orang-orang yang telah meninggal akan
menerima kebangkitan tubuh pada saat Tuhan datang. Ketiga, kalimat itu menjelaskan
mulianya keadaan orang-orang percaya di sorga bersama dengan Kristus selama mereka
berada dalam intermediate state. John Calvin dan Hoekema menggabungkan
kemungkinan kedua dan ketiga dengan berpendapat bahwa jiwa orang-orang yang mati di
dalam Kristus segera mendapat tempat kediaman dari Allah di dalam kekekalan sorgawi
yang mulia, tetapi ini baru tahap pertama yang belum sempurna. Kesempurnaan mereka
akan tiba pada saat Tuhan Yesus datang ke dunia untuk kedua kalinya guna
membangkitkan tubuh orang-orang yang mati.
11
Pada ayat 8 Paulus berkata, “Hati kami tabah, dan terlebih suka kami beralih dari
tubuh ini untuk menetap pada Tuhan.” Perbedaan antara “beralih dari tubuh ini” dan
“menetap pada Tuhan” jelas berbicara tentang saat kematian. Beralih dari tubuh berarti
tidak lagi hadir bergabung dengan tubuh yang fana dan menetap pada Tuhan berarti
berkumpul bersama dengan Kristus; keadaan ini jauh lebih indah dan kaya dari keadaan
Paulus di dunia ini.
12
Dari penggalian perikop ini kita dapat mencatat beberapa hal tentang intermediate
state: (1) Orang-orang percaya yang telah mati di dalam Kristus akan segera bersama
dengan Kristus di dalam suatu keadaan yang bersifat sementara; (2) Selama berada dalam
intermediate state mereka telah menerima kemuliaan sorgawi walaupun dalam fase itu
10
F. F. Bruce, The New Century Bible Commentary (Grand Rapids: Eerdmans, 1990) 201.
11Hoekema, The Bible 104-106.
12
Ibid. 106.
7
keberadaan mereka belum sempurna dan masih menunggu saat kebangkitan tubuh pada
saat parousia atau kedatangan Tuhan Yesus kedua kali. Walaupun demikian keadaan ini
jauh lebih baik daripada keadaan kita sekarang ini.
Filipi 1:20-23
Perikop ini adalah bagian dari situasi Paulus yang diceritakan di Filipi 1:12-26.
Paulus mengalami situasi buruk yaitu pemenjaraannya, tetapi ia bersaksi bahwa apa yang
kelihatannya malapetaka ternyata menjadi kemajuan bagi injil. Ia juga berbicara tentang
motif penginjilan yang tidak benar dari beberapa orang, dan terakhir, ia merefleksikan
dilemanya sendiri tentang kehidupannya di kemudian hari.
Pada bagian ini (ay. 20-23), dua kali ia menyiratkan bahwa kematian baginya
bukanlah sesuatu kerugian atau ketakutan, sebaliknya itu merupakan keuntungan (ay. 21),
dan keadaan yang jauh lebih baik dari pada hidupnya yang sekarang (ay. 23). Namun,
tentu saja ia tidak mempunyai kuasa untuk menentukan mati atau hidup dirinya sendiri
karena semua itu adalah hak Tuhan. Yang pasti, ia memegang satu prinsip dasar yaitu
Kristus harus dimuliakan di dalam tubuhnya, baik oleh hidupnya, maupun oleh matinya
(ay. 20).
Richard R. Melick, Jr.
13
dan Hanhart
14
menyatakan bahwa Paulus tidak
mendiskusikan doktrin intermediate state sama sekali dalam bagian ini. Ia hanya
mengungkapkan keyakinannya bahwa jika ia mati, ia akan beruntung karena kematian
adalah suatu keberangkatan menuju hadirat Tuhan. Tetapi, Hoekema melihat bahwa
bagian ini masih memberikan sedikit gambaran tentang intermediate state, yaitu dari
pandangan Paulus yang mengatakan bahwa kematian dan berkumpul dengan Yesus itu
jauh lebih baik. Ia juga mengatakan bahwa dari paham ini kita mempunyai dasar untuk
menolak pengajaran tentang soul-sleep, karena bagaimana mungkin jiwa yang tertidur
atau non-existence dapat menjadi jauh lebih baik daripada keadaan yang sekarang?
15
Jadi, kesimpulan tentang intermediate state dari bagian ini adalah: (1) Bagi orang
percaya, kematian adalah keberangkatan untuk berkumpul bersama dengan Kristus; (2)
Kehidupan orang percaya setelah kematian jauh lebih baik daripada sebelumnya.
1 Tesalonika 4:13-17
Dalam bagian ini Paulus membicarakan satu persoalan pastoral yang serius yang
sedang dialami oleh jemaat Tesalonika. Mereka sangat berduka dan kehilangan harapan
karena memikirkan beberapa orang dari mereka yang mati sebelum kedatangan Tuhan
Yesus yang kedua kali. Dalam pengertian mereka orang-orang yang meninggal akan
kehilangan kesempatan untuk ikut berbagi dalam hari yang besar itu. Dari sini kita dapat
menduga bahwa mereka mengira kedatangan Kristus itu akan terjadi dengan segera.
Frasa “mereka yang telah meninggal dunia” dalam ayat 13-15 diterjemahkan oleh
beberapa penerjemahan Alkitab (KJV, NIV, ESV) dengan “mereka yang tertidur,” karena
orang-orang percaya yang mati sering disebut sedang tertidur baik di dalam Perjanjian
13
The New American Commentary (Nashville: Broadman, 1991) 86.
14
Intermediate State 184.
15
The Bible 103.
8
Lama dan Perjanjian Baru.
16
Perhatikan bahwa Paulus tidak mengatakan bahwa orang
Kristen tidak boleh berdukacita karena kematian seseorang yang dicintai, tetapi yang
yang ia tekankan adalah jangan berdukacita seperti orang lain yang tidak mempunyai
pengharapan. Ayat 14 menunjukkan dasar pengharapan Kristen tersebut, yaitu Yesus
yang telah bangkit. Mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah
bersama-sama dengan Dia. Ini menunjukkan adanya jaminan dan kepastian bahwa
orang-orang percaya akan menetap bersama dengan Kristus. Dalam ayat 15 Paulus
menegaskan kepada jemaat Tesalonika bahwa mereka yang telah meninggal lebih dahulu
tidak akan rugi pada saat kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali, karena mereka akan
lebih dahulu dibangkitkan (ay. 16). Sesudah itu, semua akan diangkat bersama-sama (ay.
17).
Kesimpulan yang dapat kita petik tentang intermediate state dari perikop ini
adalah: (1) Sekali lagi ditegaskan, orang-orang yang meninggal akan menetap bersama
dengan Kristus; (2) Pada hari kedatangan Tuhan Yesus kedua kali mereka akan mendapat
tubuh kebangkitan terlebih dahulu dari mereka yang masih hidup pada saat itu.
Wahyu 6:9-11
Pembukaan meterai yang kelima oleh Anak Domba memperlihatkan di bawah
mezbah ada jiwa-jiwa orang-orang yang telah dibunuh oleh karena firman Allah dan oleh
karena kesaksian yang mereka miliki. Para martir itu mengajukan satu pertanyaan
penting, “Berapa lamakah lagi, ya Penguasa yang kudus dan benar, Engkau tidak
menghakimi dan tidak membalaskan darah kami kepada mereka yang diam di bumi?”
(ay. 10). Sebagai jawaban atas pertanyaan itu mereka masing-masing diberi sehelai jubah
putih dan diminta menunggu sampai genap jumlah kawan-kawan pelayan dan saudara-
saudara mereka, yang akan dibunuh sama seperti mereka.
Beberapa penafsir berpendapat bahwa pemberian jubah putih ini merupakan suatu
pelukisan akan tubuh spiritual atau tubuh mulia di dalam intermediate state. Tubuh
mulia itu diberikan tanpa menunggu kedatangan Tuhan Yesus kedua kali. Kepada
mereka dikatakan bahwa mereka harus beristirahat (menunggu) sedikit waktu lagi sampai
genap jumlah kawan-kawan pelayan dan saudara-saudara mereka yang akan dibunuh
sama seperti mereka. Leon Morris menjelaskan,
Ini tidak berarti bahwa Allah menginginkan suatu jumlah angka yang khusus dari
jiwa-jiwa para martir dan Ia menunggu sampai jumlah itu terpenuhi. Yang benar
adalah Allah bekerja berdasarkan rencana-Nya dan dalam rencana-Nya ada
tempat untuk martir-martir lain. Rencana itu tidak bisa diperlambat atau
dipercepat.
17
George E. Ladd meragukan bila perikop ini menceritakan tentang intermediate
state, terutama Wahyu 6:9, “Aku melihat di bawah mezbah jiwa-jiwa mereka yang telah
dibunuh oleh karena firman Allah dan oleh karena kesaksian yang mereka miliki.” Ia
berpendapat bahwa itu adalah suatu metafora untuk menjelaskan kematian para martir
16William Hendriksen, New Testament Commentary (Grand Rapids: Baker) 109-110.
17Revelation (TNTC; Grand Rapids: Eerdmans, 1987) 106.
9
dan tidak mengatakan tentang tempat tinggal setelah kematian.
18 Hanhart juga
mengambil posisi yang sama dengan Ladd.
19
Tetapi saya kurang sejalan dengan
pendapat mereka. Bila kita perhatikan dengan lebih seksama, maka kita akan melihat
bahwa para martir itu ada dalam keadaan sementara, belum final. Mereka masih harus
menunggu sesuatu yang akan datang. Jelas ini melukiskan intermediate state.
Dari bagian ini kita coba menyimpulkan tentang intermediate state: (1) Orang-
orang percaya yang mati di dalam Kristus dan yang ada bersama dengan Kristus di dalam
keadaan sementara mempunyai kesadaran identitas. Mereka masih ingat apa yang telah
terjadi pada diri mereka di masa lalu; (2) Di dalam intermediate state mereka telah
menerima tubuh spiritual atau tubuh mulia untuk sementara, dan itu akan menjadi
sempurna saat kedatangan Tuhan Yesus ke dunia kedua kali untuk membangkit orang-
orang yang telah mati.
KESIMPULAN
Setelah melakukan penggalian di atas, sekarang tiba waktunya untuk kita menarik
kesimpulan teologis tentang intermediate state ini. (1) Alkitab, baik Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru, menyatakan ada kehidupan setelah kematian; (2) Jiwa orang-orang yang
telah meninggal dunia, baik orang percaya atau orang tidak percaya, tidak langsung
masuk ke dalam sorga atau neraka, tetapi berada dalam suatu tempat sementara sampai
kedatangan Tuhan Yesus kedua kali; (3) Di dalam intermediate state, mereka hidup
dengan kesadaran penuh: mengenal identitas diri mereka, dapat berpikir, berbicara,
merasa dan saling mengenali. Dengan demikian doktrin soul sleep tidak dapat kita terima;
(4) Di sana orang-orang jahat akan menerima hukuman dan kesengsaraan di alam maut
yang disebut hades sebelum mereka pada akhirnya akan mendapat hukuman kekal di
neraka (gehenna); (5) Sebaliknya, orang-orang percaya akan menetap bersama dengan
Kristus dan menerima tubuh spiritual atau tubuh mulia untuk sementara dan itu akan
menjadi sempurna saat kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali ke dunia untuk
membangkitkan orang-orang mati. Pengertian ini menyangkal doktrin instantanous
resurrection pola pertama yang mengatakan bahwa jiwa orang-orang percaya akan segera
dibangkitkan setelah kematian namun tanpa tubuh; (6) Orang-orang percaya akan
mengalami penghiburan dan kebahagiaan dalam persekutuan dengan Kristus. Walaupun
dalam fase ini mereka belum sempurna—masih menunggu saat kebangkitan tubuh pada
saat parousia—tetapi kemuliaan ini jauh lebih baik daripada kemuliaan mereka di dunia;
(7) Pada hari kedatangan Tuhan Yesus kedua kali mereka akan mendapat tubuh
kebangkitan terlebih dahulu dari yang mereka yang masih hidup pada saat itu. Kemudian,
bersama-sama dengan orang-orang percaya yang masih hidup akan diangkat untuk
bertemu dengan Tuhan di udara dan masuk ke dalam sorga. Atas dasar ini, kita tidak
menerima doktrin instantanous resurrection pola kedua yang mengajarkan bahwa orang-
orang percaya yang mati akan dibangkitkan segera dengan tubuh mereka, dan dengan
demikian, kebangkitan tubuh akan diterima sesaat setelah kematian; (8) Orang-orang
yang telah meninggal dunia tidak mempunyai kesempatan untuk berpindah tempat dari
hades ke pangkuan Abraham dan sebaliknya. Dengan demikian, kita jelas menolak
ajaran purgatori.
18
The Last Things (Grand Rapids: Eerdmans, 1978) 39.
19
Intermediate State 233.
Komentar
Posting Komentar